Lihat ke Halaman Asli

Alamsyah

Jurnalis & Content Writer

Para Melankolia

Diperbarui: 28 Maret 2021   06:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Pixabay.com

Jiwa-jiwa Melankolia yang terlahir dari rasa sakit dan kesedihan bertubi-tubi itu lalu menjelma menjadi seonggok daging, darah dan denyut jantung berdegub-degub yang berjalan terhuyung-huyung mencari orang-orang yang menisbikan mereka.

Mereka tak ingin begini sebenarnya, menjadi orang-orang yang uzn dan hazan karena tangisan atas kepergian itu telah berujud telaga-telaga air mata yang setiap sisi dan kedalamannya mereka koyak dari kenestapaan ini.

Mereka mencari ruang dan waktu untuk mengurai hidup yang lebih kusut dari benang kusut itu dengan jari-jari getar, ucap terbata karena kerongkongan tersekat rahasia yang telah tersimpan sedalam mungkin di tempat yang hanya dia dan Tuhan saja yang tahu.

Jiwa-jiwa Melankolia berjalan tergopoh-gopoh karena pundak-pundak mereka ada sekarung kemarahan dalam gairah kebencian yang menjadi remah-remah depresi akan masa silam atas hakikat sebuah kepergian.

Bila engkau menyebut perempuannya atau laki-lakinya yang sedang sangat mereka kasihi dan dicintai itu, para Jiwa-jiwa Melankolia akan meronta karena denyut nadi terangkai kuat ke dalam jiwa-jiwa mereka.

Mereka jiwa-jiwa melankolia yang tercipta dari sebuah kepergian abadi serta memudarnya cinta, siapa mereka yang memahaminya?

Ciledug, 28 Maret 2021

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline