Lihat ke Halaman Asli

Surya Ferdian

Shalat dan Shalawat Demi Berkat

55 Negara Larang Penggunaan Asbes, Bagaimana dengan Indonesia?

Diperbarui: 22 Desember 2016   11:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: perumbkbi.blogspot.com

Komitmen pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla terhadap masalah kesehatan rakyat Indonesia bukanlah isapan jempol belaka. Komitmen ini misalnya dibuktikan dengan menaikkan anggaran kesehatan yang sebelumnya hanya 3.75 % dari APBN-P 2015 menjadi 5% dari APBN 2016. Ada 101,6 Triliun dana APBN 2016 disiapkan untuk anggaran kesehatan. Ini meningkat hampir 26 Triliun dari anggaran di era terakhir Susilo Bambang Yudhoyono.

Kementerian Kesehatan di bawah Nila F Moeloek dengan cermat menangkap sinyal komitmen presiden. Dibentuklah rencana strategis yang salah satu isinya adalah Program Indonesia Sehat 2015-2019 dan ditetapkan menjadi program strategis melalui keputusan Menteri Kesehatan No.HK.02.02/Menkes/52/2015. Satu dari tiga pilar program Indonesia Sehat adalah penerapan paradigma sehat melalui pengarusutamaan kesehatan dalam pembangunan, menjadikan promotif dan preventif sebagai pilar utama upaya kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat.

Penerapan paradigma sehat dirasa penting karena hanya 7.6 keluarga Indonesia yang sadar kesehatan menurut Dr. H Mohamad Subuh, MMPM, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kemenkes. Kementerian juga memasukkan penurunan prevalensi kanker melalui program pengendalian penyakit tidak menular sebagai program prioritas keluarga sehat.

Laporan BPS, 2015, Statistik Kesejahteraan menujukan bahwa 9.08 % rumah tangga Indonesia adalah pengguna atap asbes. Ini berarti ada 24 Juta lebih rumah tangga Indonesia masih belum sadar ancaman kesehatan yang akan dihadapi. Bukan hanya itu, penggunaan asbes pada kanvas rem motor/mobil, gasket, pelindung pipa dan berbagai produk lainnya juga belum cukup disadari potensi bahayanya bagi kesehatan.

Sudah 55 negara menurut laporan International Ban Asbestos yang melarang total penggunaan asbes. Sementara Indonesia sampai hari ini masih membolehkan penggunaan chrysotile. Bahan yang biasa digunakan untuk pembuatan atap asbes bergelombang, dinding dan lantai. Sifat serat asbes yang berikatan (kimia) kuat, sukar larut, daya regang tinggi, dan tahan panas inilah yang mengancam kesehatan masyarakat Indonesia.

Publikasi ilmiah tentang dampak asbes terhadap kesehatan sangat mudah ditemui saat ini. Banyak peneliti yang dengan tegas mengatakan bahwa asbes dapat menyebakan mesothelioma dan asbestosis (jenis kanker akibat pajanan asbes). Bahkan prediksi jarak antara waktu pajanan dengan dampak sudah banyak dimuat di jurnal ilmiah. Rata-rata ilmuan memprediksi jarak antara pajanan (digunakannya asbes sebagai atap) dan dampak yang terasa berkisar 15-25 tahun.

Tahun 2010, International Consortium of Investigative Journalist (ICIJ) mempublikasikan satu laporan berjudul Danger in Dust (ICIJ,2010). Konsorsium jurnalis investigatif yang belakangan (2016) terkenal dengan proyek Panama Papers ini menyampaikan laporan panjang dari 6 negara menyoal perdagangan asbestos, sebagai salah satu serat penyebab kanker, di negara-negara berkembang. Sedangkan negara maju (industrialized country) telah melarang atau membatasinya.

Asbes di Indonesia
Bahan (atap) asbes ini mulai diperkenalkan penggunaannya di Indonesia sejak tahun 1950 dan pengguna asbes terus meningkat dan mencapai titik tertinggi di era tahun 1980-an. Pada tahun 1971 sebuah perusahaan besar beroperasi memproduksi atap asbes di Jakarta dan akhirnya pindah operasi pabrik di daerah Bekasi. Bahkan di tahun 1976 pemerintah Orde Baru Soeharto, dengan tangan terbuka menerima James Hardie Internasional untuk berinvestasi membangun pabrik asbes besar di Indonesia bekerja sama dengan pengusaha lokal yang dekat dengan kekuasaan saat itu.

Aminah Mahmud, pejabat Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam sebuah seminar pada tahun 2008 tentang asbes putih, mengatakan bahwa Indonesia memprioritaskan alasan ekonomi ketimbang alasan kesehatan dan lingkungan. Indonesia telah memakai asbes putih sejak 1959  atau hanya berselang 14 tahun sejak berakhirnya perang dunia kedua yang diketahui menjadi era booming produksi dan penggunaan asbestos diseluruh dunia.

Berdasarkan data BPS tahun 2015 Indonesia masih mengimpor 102,458 ton Asbestos sebagai produk mineral bahan baku dengan nama “other asbestos”. Data pemantauan nilai import yang dilansir Kementerian Perindustrian RI melalui lamannya, menyebutkan bahwa hingga tahun 2014 Indonesia mengimport asbestos dari berbagai negara dengan nilai total lebih dari USD 118 Juta Dolar Amerika hanya untuk komoditi asbes semen.

Sumber gambar: sindonews.net

Impor asbes yang demikian besar itu menempatkan Indonesia sebagai salah satu dari 10 negara tertinggi pengguna asbes di dunia. Celakanya, importase asbes ini secara tidak langsung didukung oleh pemerintah dengan mengenakan 0% bea masuk untuk produk berbahaya ini (Peraturan Menteri KeuanganNo. 213/PMK.011/2011). Bukan hanya itu, impor barang jadi yang juga mengandung asbes hanya dikenakan 5% bea masuk. Nilai ini jauh lebih rendah dari India yang juga menjadi pengonsumsi asbes yang tertinggi di dunia.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline