Berbincang dengan pendiri Darunnajah dan pendiri hampir 100 lebih pesantren di Indonesia seakan bercakap dengan manusia dengan sejuta pengalaman dalam pendidikan.
Dalam sebuah kesempatan ceramah di salah satu pesantren, seorang petinggi organisasi muslim terbesar di Indonesia pernah berujar bahwa cara mendidik yang terbaik adalah cara Rasullullah, Muhammad SAW, dalam mendidik para sahabatnya. Kyai Mustofa Bisri, menjelaskan bahwa Nabi SAW mendidik dengan cara membimbing langsung dengan memberi contoh bagi Para Sabahat. Lebih jauh, dikatakan bahwa pendidikan yang demikian ini sangat berbeda dengan pengajaran yang dasarnya adalah instruksi.
Cara pendidikan ala Nabi SAW inilah yang juga diterapkan KH Mahrus Amin dalam mendirikan dan mengembangkan Pondok Pesantren Darunnajah. Membimbing santri sekaligus memberi contoh bagi para santri.
Bagi Kiyai Mahrus, memberi contoh merupakan pola pendidikan penting dalam mengasuh santri. Santri harus diberi suri tauladan dari para tenaga pendidik agar memahami nilai luhur yang dikandung dalam pesantren. Mencontoh apa yang dilakukan Nabi Muhammad SAW, Kiyai Mahrus selalu menjadi imam dalam setiap shalat wajib di Masjid Raya Darunnajah. Dia juga mencontohkan bagaimana hidup sederhana, “Sesuai apa yang kita tanam,” ujarnya.
Kiyai yang juga alumni pesantren Pondok Modern Darussalam Gontor ini menjelaskan bahwa pendidikan di PP Darunnajah dilakukan dengan pola pembinaan. Pembinaan yang dimaksud terangkum dalam Panca Bina Darunnajah; Bertaqwa kepada Allah SWT, Berakhlak Mulia, Berbadan Sehat, Berpengetahuan Luas dan Kreatif dan Terampil.
“Pola pengasuhan dengan program-program yang sudah direncanakan. Targetnya alumni memperoleh ilmu bermanfaat untuk masyarakat, menjadi pemersatu bangsa dan umat, berdakwah, cinta tanah air dan wawasan nusantara. Inilah Panca Darma (Darunnajah),” ucap Kiyai Mahrus.
Dalam membina santrinya, Kiyai kelahiran Cirebon ini memiliki trik khusus menghadapi santri. Tidak dapat dipungkiri bahwa santri Darunnajah bukan hanya santri yang baik, tidak sedikit yang juga membawa kenakalan sesuai usianya. Disinilah kebesaran pendidik untuk mengasuh dan mengarahkan santri diperlukan agar menghasilkan kualitas lulusan sebagaimana diharapkan.
“Memimpin bukan dengan cari kesalahan santri. Kita ini seperti bengkel dan kita ini orang tua (bagi santri),” jelas Kiyai Mahrus membuka uraian triknya menghadapi santri.
Dia mengatakan bahwa adakalanya juga dalam mendidik santri harus dilakukan dengan memberi hukuman apabila santri melanggar kedisiplinan dan norma yang ada di Pondok Pesantren Darunnajah.
Namun dalam memberi hukuman, Kiyai Mahrus mengupayakan agar sedapat mungkin hukuman diterima santri dengan ikhlas sebagai bagian dari metode pendidikan. Dia mengasosiasikan Pesantren sebagai “Bengkel” yang memperbaiki prilaku yang kurang baik dari para santri.
“Kalau ada kesalahan santri jangan langsung dihukum. Kalau perlu kalau orang lain belum tahu dan yang tahu hanya kita, kita maafkan. Kita peringatkan kita nasehati agar menjadi orang baik,” ujarnya.