Lihat ke Halaman Asli

Spirit Perang Mu'tah dalam Jihad Siyasi

Diperbarui: 24 Juni 2015   11:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13713889411994488922

Ilustrasi Sang Pedang Allah - Khalid ibn Walid

Pertempuran Mu'tah (bahasa Arab: معركة مؤتة , غزوة مؤتة) terjadi pada 629 M atau 5 Jumadil Awal 8 Hijriah, dekat kampung yang bernama Mu'tah, di sebelah timur Sungai Yordan dan Al Karak, antara pasukan Khulafaur Rasyidin yang dikirim oleh Nabi Muhammad dan tentara Kekaisaran Romawi Timur (Bashra) Dalam catatan sejarah, sesungguhnya ada yang tidak lazim dari perang tersebut, yang berbeda dengan peperangan lain pada masa Rasulullah S.A.W. Apakah yang tidak lazim dari perang tersebut? Yang tidak lazim dari perang ini adalah, saat itu Rasul mengangkat komandan perang hingga berjumlah 3 orang, berbeda dengan peperangan yang lain, Rasulullah biasanya hanya menunjuk satu orang Sahabat sebagai komandan perang atau beliau sendiri yang langsung memimpinnya. Di depan barisan pasukan kaum Muslimin, Rasulullah berpesan: "Amirukum Zaidun (Zaid bin Haritsah). Fain qulita Zaidun, amirukum Jakfar (jika Zaid terbunuh: Jakfar bin Abu Thalib). Fain qutila Jakfar, Abdullah bin Rawahah". Hal ini menandakan peperangan akan berlangsung sangat seru dan ketiga komandan akan menemui syahid sebagai syuhada, serta adanya isyarat pentingnya kepemimpinan itu... Perang Mu'tah terjadi dengan kekuatan yang tidak seimbang, dimana pasukan kaum muslimin yang hanya berjumlah 3.000 orang harus melawan pasukan gabungan kaum Kafirin dan Romawi dengan jumlah 200.000 orang. Pesan Rasulullah kepada barisan tentara Muslimin saat itu:

  1. Berperanglah dengan menyebut nama Alloh
  2. Dan berjihad fi Sabilillah
  3. Perangilah siapa saja yang mengingkari Allah

Pada saat pasukan kaum Muslimin berangkat menuju medan perang, tidak ada dari tentara kaum Muslimin yang berwajah murung, apalagi takut dan gelisah. Tidak, mereka berangkat dengan wajah yang berseri-seri. Mereka menyadari sepenuhnya, ketika mereka membela kebenaran, maka Alloh janjikan kepada mereka husnayain (2 kebaikan). Kebaikan itu adalah:

  1. Bila mereka gugur, maka akan dicatat sebagai mati syahid, dan hal ini berarti masuk surga
  2. Bila menang, mendapatkan kejayaan Islam.

Akan tetapi, di sela-sela pasukan kaum Muslimin ada salah seorang sahabat yang menangis. Ternyata dia adalah Abdullah ibn Rawahah (komandan ke 3). Seorang sahabat bertanya: "Apa yang membuatmu menangis?" Abdullah ibnu Rawahah menjawab: "Demi Alloh aku menangis bukan karena berat meninggalkan dunia dan bukan pula keluarga tetapi karena ingat ketilka Rasulullah membaca al-Qur'an". "Dan tidak ada seorang pun dari padamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan". (Q.S. Maryam: 71) Ayat ini mengisyaratkan tiap manusia pasti akan singgah di neraka. Meski ayat ini tidak layak ditujukan kepada para Sahabat, tetapi karena ketinggian imannya beliau khawatir bila ayat itu berlaku untuk dirinya. Luar biasa, inilah cerminan dari kerendahan hati dan dalamnya iman dari seorang Sahabat Nabi... Singkat cerita, perang berkecamuk demikian hebatnya... Hingga ke-3 orang sahabat yang ditunjuk oleh Rasulullah sebagai komandan perang-pun menemui syahid di medan perang, dan... Rasulullah-pun tidak menunjuk pengganti mereka. Maka di saat-saat terjadinya kekosongan kepemimpinan tersebut (keadan ini sangat membahayakan pasukan kaum Muslimin), tiba-tiba tampillah sosok pemuda yang namanya belum pernah disebut dalam sejarah sebelumnya, dialah Tsabit ibn Arqom. Melihat keadaan pasukan tanpa komandan, Tsabit ibn Arqom berlari ke sana kemari dan berputar-putar mengelilingi pasukan kaum Muslimin sambil membawa bendera perang, seraya berkata: "Wahai kaum muslimin kalian harus bermusyawarah". Pasukan kaum Muslimin-pun menyahut: "Amirunaa anta - kaulah yang memimpin kami". Tsabit ibn Arqom tertegun, sebelum ia menjawab: "Sungguh aku tidak pantas untuk ini". Melihat kondisi yang semakin genting, maka Tsabit-pun mengangkat tinggi-tinggi bendera panji perang, sampai pada akhirnya pasukan kaum Muslimin mempercayakan kepemimpinan pasukan perang kepada "Saifulloh - Pedang Allah", dialah Khalid ibn Walid. Khalid bin Walid pun akhirnya memimpin peperangan yang tidak seimbang tersebut dengan strategi yang sangat cemerlang, strategi yang belum pernah diterapkan dalam medan pertempuran apapun sebelumnya. Untuk menyiasati minimnya jumlah pasukan kaum Muslimin, Khalid ibn Walid menerapkan formasi pasukan yang senantiasa berubah-ubah. Pasukan yang berada di depan kemudian ditukar dengan pasukan yang sebelumnya berada pada posisi belakang. Dan pasukan yang ada pada sayap kiri ditukar formasinya dengan pasukan yang sebelumnya berjaga di sayap kanan. Akibat tindakan ini, pasukan musuh memandang seakan-akan jumlah pasukan kaum Muslimin bertambah banyak dan bertambah banyak, dan pasukan musuh seakan-akan tengah menghadapi lawan yang senantiasa baru (berubah-ubah). Di samping itu, guna mengelabuhi dan upaya untuk menggentarkan pasukan lawan, Khalid ibn Walid mengambil sepotong pelepah kurma dan diikatkan di belakang kudanya lalu ditariknya berputar-putar hingga debu-debu-pun berterbangan. Pasukan lawan semakin kalud, dan mereka-pun mengira bala bantuan pasukan kaum Muslimin kembali berdatangan dengan jumlah yang sangat banyak. Dan akhirnya terjadi kekacauan pada pasukan lawan, hingga mereka surut ke belakang dan menjadi tidak terkendali lagi. Akhir cerita.... Meskipun peperangan yang sesungguhnya tidak seimbang itu-pun tidak ada pihak yang kalah maupun yang menang, namun kerugian yang ditanggung oleh pihak pasukan lawan sangatlah besar. Dalam perang Mu'tah tersebut, tercatat 12 Sahabat menemui Syahid termasuk 3 orang Komandan perang: Zaid bin Haritsah, Jakfar bin Abu Thalib dan Abdullah bin Rawahah. Sedangkan jumlah pasukan yang tewas di kalangan pasukan lawan sangatlah banyak, hingga tidak dapat dipastikan jumlahnya. Dalam hal konteks kekinian, perang secara fisik tidaklah berlaku di Indonesia karena tidak ada musuh yang harus dihadapi secara fisi, sebagaiman pada zaman Rasulullah. Akan tetapi, perang secara ideologi dan pemikiran senantiasa tetap terjadi dan akan terus terjadi. Perjuangan untuk menegakkan kebenaran dan keadilan tidaklah pernah surut oleh perubahan zaman. Perjuangan dakwah melalui partai politik adalah model perubahan dari perang secara fisik menjadi perang ideologi dan strategi politik dalam menyejahterakan dan melayani rakyat. Untuk hal ini kita sebut sebagai "Jihad Siyasi", atau jihad melalui perjuangan partai politik. Dalam konteks Jihad Siyasi, pesan dan pembelajaran yang dapat kita ambil dari perang Mu'tah ini adalah adanya tugas bagi seorang kader partai untuk berjuang merebut "Kursi Dewan" dari mereka-mereka yang tidak setuju dengan pandangan politik kita, perjuangan itu membutuhkan semangat dan gelora jihad yang tinggi. Meskipun jumlah lawan-lawan politik sangatlah banyak, maka dengan keyakinan akan datanganya pertolongan Allah S.W.T., insyaa Alloh kemenangan-pun dapat kita raih dengan seizin-Nya. Lantas, apa saja yang harus kita perhatikan dalam "Jihad Siyasi" ini, agar kemenangan itu datang? Berikut di antaranya beberapa syarat yang harus dipegang oleh para Kader-kader partai dalam menempuh perjuangan partainya:

  1. Mulai aktivitas berpartai dengan niatan yang lurus dan tulus karena Allah. Di sini, kita harus melepaskan segala kepentingan individu dan kelompok. Dengan memurnikan niat untuk berdakwah melalui parlemen karena mengharap keridlaan Allah S.W.T, sesungguhnya akan menghadirkan energi positif yang luar-biasa, serta adanya pertolongan Allah dari arah yang tidak disangka-sangka.
  2. Setiap kader partai harus siap dalam keadaan bersih, bersih jiwa dan hartanya dan siap menatap perjuangan dengan wajah berseri-seri (penuh optimistik), serta yakin akan datangnya kemenangan
  3. Bahwa kepemimpinan itu tidak boleh dipegang oleh orang-orang yang Zalim dan mereka yang korup, karenanya seorang kader partai harus siap merebut dari tangan mereka
  4. Kepemimpinan dalam sebuah partai tidak boleh dibiarkan kosong, ketika terjadi kekosongan segeralah bermusyawarah dengan cara yang ahsan untuk mencari penggantinya dan harus ada peran aktif dari kader dalam melakukan perbaikan ketika melihat celah dan munculnya kelemahan
  5. Dalam memenangkan pertarungan politik harus didukung dengan strategi yang cerdas dan jitu, sebagaimana strategi Khalid ibn Walid, yang selalu sukses dalam memimpin setiap peperangan
  6. Yakinlah bahwa yang berkuasa atas hati manusia adalah Allah, karenanya seorang kader harus selalu dekat dengan Sang Khaliq dan tidak akan berhenti meminta pertolongan hingga kemenangan itu datang
  7. Ketika kemenangan telah diraih, jangan sampai seorang kader terjebak dalam ketakaburan dan kesombongan. Ketika kemenangan itu datang, maka bertasbihlah dengan mensucikan nama Tuhan-mu dan mintalah ampunan dengan segala kerendahan hatimu...

---- Artikel ini ditulis untuk Kader Partai, khususnyaKader Partai Islam...

  • Amanah ummat ada di pundak kalian, jangan lalai dan jangan lemah...
  • Segera bangkit dan angkat tinggi-tinggi panji-panji perjuangan kalian...
  • Untuk kejayaan Negeri Indonesia...
  • Untuk kejayaan Umat... dan
  • Untuk kejayaan Bangsa...!!!

Semoga bermanfaat... :)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline