Work from home (kerja dari rumah), remote working (kerja jarak jauh), online learning (pembelajaran dalam jaringan), kini menjadi bagian dari aktivitas sehari-hari masyarakat dunia.
Bahkan e-wallet (dompet elektronik), online grocery (belanja online), hingga telehealth consulting (konsultasi kesehatan jarak jauh), saat ini sudah menjadi tren.
Ya, kini semua sudah berubah. Semua serba teknologi, serba digital. Sebuah peradaban yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya oleh masyarakat dunia.
Pandemi Covid-19 yang berkepanjangan, telah melapangkan hadirnya peradaban baru ini: peradaban digital. Tidak ada pilihan lain, dunia terpaksa harus beradaptasi dengan melakukan percepatan tranformasi dan adopsi digital.
Transformasi dan adopsi digital ini menjadi sangat penting, bukan hanya terkait pola-pola kerja dan kebiasaan sehari-hari yang serba baru. Sebab faktanya, hal tersebut juga menjadi kunci ketahanan perekonomian banyak negara di masa pandemi Covid-19.
Bahkan dalam salah satu laporannya, International Telecommunication Union (ITU) mengidentifikasi dan merangkum beberapa hasil riset yang menyimpulkan bahwa negara-negara dengan infrastruktur broadband yang memadai dan tingkat digitalisasi yang lebih tinggi cenderung mengalami penurunan PDB yang lebih minimal dan juga lebih mampu mengurangi dampak negatif pandemi Covid-19.
Masih dalam laporan yang sama, ITU juga mencatat bahwa pandemi Covid-19 telah meningkatkan lalu lintas internet secara signifikan di seluruh dunia dan mendapatkan kesimpulan bahwa negara-negara yang memiliki infrastruktur ultra-broadband lebih mampu bertahan dari perlambatan latensi dan kecepatan unduh.
Disparitas Digital Jadi Tantangan
Ketika tren digital semakin nyata dan bahkan berdampak positif bagi perekonomian selama pandemi Covid-19, sebagian besar negara-negara di dunia justru masih bergumul dengan disparitas digital (digital divide) serta rendahnya kapasitas dan kualitas jaringan broadband. Indonesia salah satunya.
Disparitas digital merujuk pada kesenjangan pemanfaatan teknologi digital akibat tidak meratanya akses terhadap konektivitas internet. Kesenjangan ini terjadi, salah satunya karena kondisi topografi dan geografi yang sulit sehingga belum terlayani jaringan konektivitas internet.