Lihat ke Halaman Asli

Sandy Gunarso

Praktisi Komunikasi

Rahasia Cara Bernegosiasi Antara Orangtua dengan Anaknya

Diperbarui: 26 April 2022   09:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi interaksi anak dan orangtua. Sumber: Shutterstock via Kompas.com

Orang sering bilang kalau anak adalah karunia dan berkat dari Tuhan Yang Maha Esa. Orang juga sering mengkaitkan anak sebagai titipan Tuhan yang harus dilindungi dan dijaga dengan segenap hati. Saat orang dipercaya memiliki anak, mereka sangat bersyukur dan berbahagia. 

Bahkan sebagian dari orang akan berkata bahwa mereka bersedia memberikan segalanya untuk sang anak. Segalanya termasuk harta dan nyawa. Alhasil, orangtua meluluskan semua permintaan anak tanpa proses negosiasi. Sang anak cukup menyebutkan sesuatu, maka orangtua pasti memberikannya tanpa berpikir panjang.

Orangtua seperti ini berpikir bahwa mereka bekerja keras dengan sepenuh tenaga dan pikiran hanya untuk anak. Meski penghasilan rendah dan kehidupan serba pas, orangtua berusaha membelikan barang-barang mahal buat anaknya. Prinsipnya adalah mereka akan bahagia saat melihat anak bahagia. Benarkan hidup harus seperti itu?

Kehidupan sang anak harus dan wajib dibuat pro dan kontra sebagai pelatihan level pertama dalam kehidupan anak. Orangtua harus tega menolak permintaan anak. Sebab, anak harus terlatih untuk hidup di dunia yang penuh dengan penolakan. Anak harus berlatih menerima penolakan dari orangtuanya. Jangan biarkan mereka hidup dalam kebencian pada orang-orang yang menolak keinginannya.

Pada level kedua, orangtua barulah melatih anak untuk bernegosiasi. Caranya, ijinkan anak memilih benda, makanan, atau mainan yang mereka sukai. Lalu, orangtua dengan sengaja mengajukan penawaran lain kepada mereka. Ingat, jangan biarkan anak mendapatkan segala keinginannya dengan mudah. 

Orangtua harus sengaja melatih anak berpikir akan manfaat dan kegunaan barang itu. Latihan ini akan membuat anak lebih menghargai uang yang dimilikinya. Anak tidak akan berpikir sembarangan untuk menghamburkan uang orangtua hanya dengan membeli barang-barang yang sekali pakai lalu dibiarkan rusak.

Proses latihan ini juga membuat anak menyayangi semua barang yang dimilikinya. Anak tidak akan sembarangan merusak apapun yang dimilikinya karena dia harus berjuang untuk memperoleh apapun yang dimilikinya.

Saat anak sudah terbiasa dengan pola hidup positif seperti itu, barulah orangtua melakukan level ketiga atau terakhir dalam proses latihan bernegosiasi. Seperti apa level ketiga ini?

Pada level ketiga, orangtua tidak perlu lagi terlalu mengatur permintaan anak. Mengapa begitu? Karena anak sudah terlatih untuk berpikir prioritas dalam hidup mereka. Namun, orangtua juga jangan melepaskan anak untuk hidup boros dan menghamburkan uang untuk membeli benda apapun. Orangtua cukup bertanya alasan anak membeli barang dan seberapa penting barang itu bagi kehidupannya.

Kedua pertanyaan ini sebenarnya untuk membantu anak meyakinkan diri pada pilihannya. Orangtua wajib melatih anak untuk berpikir sungguh-sungguh sebelum menentukan pilihan. Dengan begitu, anak akan memiliki prinsip dan keteguhan hati saat menjalani kehidupannya sendiri. Anak tidak akan mudah terombang-ambing dengan perkataan teman-teman, sehingga dia akan pandai membawa diri dan menjadi pemimpin di dalam kehidupannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline