Lihat ke Halaman Asli

Sandy Gunarso

Praktisi Komunikasi

Orangtua adalah Arsitek Kesuksesan Sang Anak

Diperbarui: 11 April 2022   21:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Rutinitas di dalam rumah sangat mempengaruhi pola pikir anak hingga tingkah lakunya di masa depan. Kedekatan dengan orang-orang di sekitarnya, juga sangat mempengaruhi tumbuh kembang serta nalarnya untuk mengenal dunia. Seringkali sebagian orangtua meremehkan kondisi tumbuh kembang anak, terutama pada usia 0-12 tahun.

Banyak anggapan yang mereka sampaikan. Mulai dari anggapan bahwa anak masih terlalu kecil untuk mendapatkan keterampilan atau pengetahuan lain sampai anggapan bahwa perilaku anak sudah turunan dari orangtuanya sehingga tidak perlu lagi dipusingkan. Padahal, kalau orangtua salah memberikan arahan selama kurun waktu itu, maka orangtua sedang membentuk kebiasaan anak selama 12 tahun. Artinya, anak dibiarkan melakukan kebiasaan yang salah di masa perkembangannya selama 4.380 hari bukan lagi 21 hari sebagai patokan perubahan kebiasaan orang menurut para ahli.

Ibarat sebuah pohon, akarnya sudah menjalar ke dalam tanah selama 12 tahun, maka akar itu terlalu kuat mencengkram tanah hingga sulit untuk dicabut. Dengan begitu, sangat wajar jika banyak orangtua akan kewalahan menghadapi tingkah laku anak saat mereka beranjak remaja. Padahal, kesuksesan atau kegagalan anak dapat dirancang sejak mereka masih kecil.

Sebenarnya, banyak pakar sudah memetakan kehidupan dan perkembangan anak berdasarkan pada kelompok usia anak, perkembangan mental di kelompok usianya, siapa berperan apa, hingga hasil dari keberhasilan pola pendidikan itu. Berikut ini penjelasannya.

1. Usia 0-3 tahun

Pada rentan usia ini, anak-anak belajar tentang kepercayaan dan kecurigaan. Sosok sang ibu menjadi penting untuk mendampingi sang anak melalui masa ini. Anak akan bereaksi setiap rangsangan yang diberikan oleh sang ibu. Misalkan, saat anak menolak makan, harusnya orangtua memintanya baik-baik dengan makanan tambahan seperti es krim, minuman manis, atau lain sebagainya. Bukan justru menipu dan menakutinya dengan sesuatu yang tidak masuk akal, seperti ditangkap polisi, masuk penjara, diculik hantu, atau lain sebagainya.

Pada usia ini, anak sungguh mempercayai setiap perkataan dari orangtuanya saat mereka melakukan sesuatu. Mereka biasanya berpikir sederhana dan pasti melakukan sesuatu jika orangtua meyakinkannya untuk melakukan suatu kegiatan. Anak butuh keyakinan saja sebab mereka masih belum mengerti apapun sehingga masih belum berani melakukannya sendiri. Karakter seperti itu biasanya dikenal orang dewasa sebagai kecurigaan. Padahal ya memang anak belum berani melakukannya saja.

Kalau orangtua terus menerus memberikan motivasi dan dukungan, maka nantinya akan akan terbiasa dengan rasa optimis dan percaya diri. Misalkan saat belajar berjalan. Anak-anak pasti akan jatuh dan menangis karena kesakitan. Orangtua pastinya menghibur dan memberikan dukungan agar sang anak mau kembali berdiri dan berjalan. Saat anak sudah mampu berjalan sendiri, maka di saat itulah rasa optimisnya sudah tumbuh baik. Orangtua tinggal menjaganya agar anak dapat mempertahankan optimisme dalam dirinya untuk kegiatan lain.

2. Usia 3-5 tahun

Pada rentan usia ini, anak-anak mulai belajar hidup mandiri meskipun terkadang mereka masih dihantui oleh sifat keragu-raguan, terutama saat menghadapi situasi yang tidak nyaman. Misalkan saat anak ingin makan. Dia tidak hanya menangis sebagai tanda menunjukkan kelaparannya, tetapi dia sudah bertindak lebih jauh dengan mengambil makanan di atas meja atau memasukkan apapun ke dalam mulutnya sebagai tanda bahwa mereka lapar. Orangtua harus peka melihatnya, bahkan jika perlu, orangtua harus membuatkan daftar jadwal makan bagi sang anak, sehingga mereka tidak asal memasukkan makanan ke dalam mulutnya saat kelaparan.

Pada usia ini, orangtua juga harus mulai mengajak anak bersikap mandiri. Mulai dari merapikan mainannya, lalu mengajari makan dengan sendok, melatihnya untuk buang air (besar dan kecil) di kloset, sampai memakai baju dan sepatunya sendiri saat ingin pergi ke sekolah atau ke tempat lainnya. Pentingnya anak belajar kemandirian di masa ini agar mereka mampu mengendalikan diri dan tidak mudah menyerah saat menghadapi tantangan baru dalam rutinitasnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline