Lihat ke Halaman Asli

Sandi Novan Wijaya

Calon Diplomat

Surat Terbuka untuk PSSI: 5 Pekerjaan Rumah Pasca FIFA Matchday Indonesia Vs Argentina

Diperbarui: 4 Januari 2024   20:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO

Kepada bapak-bapak yang terhormat di tubuh PSSI, Euforia pertandingan bersejarah di kancah persepakbolaan tanah air yang mempertemukan Indonesia vs Argentina baru saja usai dengan keunggulan tim tamu.

Keputusan bapak-bapak yang telah mengundang Argentina untuk bersedia berlaga di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta, meski tanpa sang maestro lapangan, Lionel Messi, sangat saya, sebagai anak bangsa apresiasi. Hormat saya kepada bapak-bapak sekalian.

Meski usai 90 menit di atas lapangan, saya bersama-rekan sepakat, jelas sekali ada begitu banyak pelajaran yang bisa dipetik dari laga Indonesia vs Argentina tadi malam dengan berbagai versi tersendiri.

Saya sadar pak, saya bukan siapa-siapa hingga begitu percaya diri menulis surat terbuka ini pasca laga terbaik Timnas Indonesia. Saya juga tahu sangat kecil kemungkinannya bapak-bapak bersedia meluangkan waktu untuk membaca tulisan yang tak lebih dari sekadar curhatan dari penikmat sepakbola ini.

Saya bukan pula seperti apa yang dikatakan netizen, yaitu "coach online", untuk mengatakan seharusnya pemain begini, seharusnya pemain begitu, seharusnya pelatih... seharusnya... seharusnya... Tidak pak, saya hanya tertarik untuk membicarakan hikmah tersembunyi di balik laga Indonesia vs Argentina sebagai modal berharga bagi Timnas Indonesia, bagi masa depan persepakbolaan nasional dalam mengarungi berbagai turnamen akbar yang sudah menanti di depan. Jadi, mohon tidak terburu-buru menyimpulkan bahwa ini cuma satu dari sekian banyak omong kosong yang sering bapak-bapak dengar itu.

Baik pak, ini hanya basa-basi.

Kekalahan Indonesia dengan margin gol yang tidak mencolok, juga dengan gaya main yang tenang cukup menjadi bahwa Timnas sudah sangat jauh berkembang, terlebih dengan permainan lawan yang cukup ngotot dan keputusan Lionel Scaloni, pelatih Argentina, yang menurunkan beberapa bintangnya meskipun tidak secara bersamaan.

Setidaknya menurut pandangan saya pribadi, itu jauh lebih baik ketimbang dua dekade ke belakang. Saya tidak bermaksud mengatakan pemain-pemain di masa tersebut amat buruk daripada yang ada sekarang, tetapi setiap fakta betapa pun menyedihkannya, itu lebih baik agar kita selalu terpacu untuk terus berbenah ketimbang seribu kebohongan yang melenakan.

Saya juga kagum dengan kepekaan bapak-bapak PSSI. Agenda tadi malam sejenak menghibur hati kami dari lelahnya memikul beban kehidupan, khususnya setelah tragedi Kanjuruhan Malang dan batalnya Piala Dunia U-20 di Indonesia.

Kita sejatinya tidak cuma satu kali ini mendatangkan tim jempolan macam Argentina. Kita sudah pernah merasakan bertanding dengan semifinalis Piala Dunia 2010 dengan hattrick Luiz Suarez dan Edinson Cavani saat Indonesia dibabat 7-1.

Kita pun pernah mendatangkan sang runner-up Piala Dunia 2010, Belanda, pada tahun 2013 sebagai persiapan kompetisi nomor satu 4 tahunan FIFA itu (di pihak Belanda). Mereka akhirnya bisa finish sebagai juara 3 di Piala Dunia 2014 Brazil. Hasilnya tetap sama, kita kalah pak dan belum belajar apa pun dari pertandingan itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline