Lihat ke Halaman Asli

Belajar Sukses dari Sevel

Diperbarui: 30 Juli 2017   12:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Suatu ketika saya membaca artikel di detik.com pada tanggal 10 Juli 2017 tentang hengkangnya mini market 7 Eleleven (dari Indonesia), yang disebabkan oleh tidak kuatnya Sevel menghadapi monopoli produk dan persaingan yang tidak sehat dari para pemain lokal yang sudah lama berdiri di Indonesia.

Patut disayangkan memang, namun hal tersebut memberikan pelajaran positif pada saya bahwa kegagalan usaha, sepintas terlihat karena dampak yang disebabkan oleh faktor eksternal.

Tapi tahukah Anda? bisa jadi kegagalan Sevel menjaga keberlangsungan usahanya di Indonesia, mungkin bisa saja disebabkan bukan karena persaingan, lebih dari itu, banyak faktor yang sepertinya dari dalam pun harus di benahi.

Sebagai contoh, masyarakat di Indonesia melihat Sevel sebagai minimarket yang tidak terbatas hanya menjual barang kebutuhuan sehari-hari dan makanan/minuman saja, tapi juga sebagai tempat hang out atau ngobrol-ngobrol di kala senggang. Lalu, apakah posititioning ini benar-benar tepat untuk budaya Indonesia khususnya kalangan menengah kebawah? Berapa banyak masyarakat Indonesia yang mau membayar harga sgelas kopi dengan harga 2x lipatnya dibandingkan harga kopi yang mereka bisa seduh sendiri atau dibuatkan oleh Warung Kopi (Warkop) disekitar mereka?

Tidak banyak kan? SALAH POSITIONING? Bisa jadi?

Lalu apa karakter bangsa Indonesia selanjutnya? Konsumtif? BENAR!! Tapi untuk produk2 yang low price tentunya! 

Apa yang dibeli oleh masyarakat Indonesia ketika nongkrong di Sevel? Berdasarkan pengamatan saya tidak lebih dari sebungkus makanan ringan, satu botol minuman ringan dan sebungkus rokok premium, berapa total biaya yang mereka bayarkan ke sevel? Biasanya sih tidak lebih dari Rp.25ribu, dan luar biasanya adalah mereka bisa nongkrong selama 2 jam lebih dengan hanya membayarkan sejumlah uang tersebut! Sevel untung? belum tentu, coba hitung biaya operasional yang mereka keluarkan selama 2 jam seperti listrik, pegawai, wi fi, dll.

Seandainya saja, Sevel mau melakukan evaluasi terhadap positioning mereka di Indonesia, bisa jadi loh...mereka justru malah menjadi minimarket yang memiliki keuntungan besar dan mampu bersaing dengan minimarket lokal di Indonesia.

Dari cerita minimarket Sevel di atas, sepertinya memang mudah menyalahkan pihak luar atas kegagalan yang terjadi pada kita. Namun, jika saja kita mau lihat kedalam dan memperbaiki hal-hal yang belum maksimal dari dalam, bisa jadi hambatan apapun dari luar tidak akan terlalu berdampak pada usaha kita.

Soo...teman2, yuk mulai sekarang, biasakan menunjuk diri sendiri sebagai faktor utama kesuksesan dan kegagalan kita, sehingga kita mampu menghadapi rintangan apapun dari luar dan mencapai apapun yang kita inginkan.

Selamat Pagi!!

Sandy Suryaman, M.Ikom. NLP Pract, CI. CT   




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline