Lihat ke Halaman Asli

Oksand

Penulis Storytelling dan Editor

Lontong Balap Surabaya, Brand Turun-temurun

Diperbarui: 12 September 2019   16:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen Pribadi

Seorang teman memberitahu, kalau ke Surabaya mampir ke lontong balap Pak Gendut di jalan Kranggan!

Yang ada dalam pikiran saya itu lontong kari. Salah total! 

Isinya ada lontong, tahu, taburan bawang, tumpahan kecambah, kuah gurih bening diberi kecap, dan ditemani sate kerang. Minumnya yang cocok dengan lontong balap adalah es degan. Kenapa tumpahan kecambah? Karena asli banyak banget! 

Kenapa namanya lontong balap? Yang jaga barusan itu anaknya Pak Gendut. Dia cerita, sejarahnya tahun 1956 itu para pedagangnya berlomba dari dapur yang sama, bawa dagangan lontong ini sambil diangkut ke lokasi jualan. Semuanya balapan untuk mencari pembeli. Makanya jadi lontong balap.

Tempatnya sederhana sekali. Kita makan langsung di depan pedagangnya. Tidak ada meja. Kapasitas duduk mungkin hanya sepuluh orang berbentuk U mengitari generasi kedua dari Pak Gendut. Siang ini dia yang jaga. Mulai sore kakaknya. Di seberang juga ada. Tulisannya Lontong Balap Pak Gendut Asli.

Lho yang sana asli? Yang sini? Ya sama, kata dia. Di sana itu adiknya Pak Gendut. Bu Lek saya, katanya lagi.

Dan di sebelahnya juga berjejer lontong balap "merek" lainnya. Semua dengan embel-embel nama orang.

Makanan sederhana ini harganya rp 12ribu. Sate kerang rp 12ribu. Es degan rp 5ribu. Total rp 29ribu. Dan makanan sederhana ini berhasil eksis selama 63 tahun. Dan yang bermerek Pak Gendut sudah ada 10 cabang di Surabaya. Semua dikelola keluarga Pak Gendut. Bisnis makanan yang berhasil menghidupi sanak keluarganya.

Yang makan di situ datang pakai motor, mobil. Sekarang tentu udah gak balap lagi. Lapak sudah tetap. Tapi tidak otomatis berubah nama jadi lontong statis juga.

Saran saya, coba mampir ke sini. Mungkin cocok juga di lidah kamu. Kalau misalnya gak cocok, minimal bisa belajar banyak dari kesederhanaan makanan yang disajikan, dan kesederhanaan pedagangnya. Ramah, dan tidak melupakan sejarah.

Oksand -- Penulis Nyeleneh

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline