Lihat ke Halaman Asli

Oksand

Penulis Storytelling dan Editor

Cara Menulis Copywriting Lewat Story Telling

Diperbarui: 16 Februari 2019   08:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Lelaki Ini Menemukan DNA setelah 30 Tahun!

Tidak berniat membuat tulisan panjang. Ini mengalir saja. Kayak sendal jepit hanyut di sungai keruh.

Kalau gak ada waktu untuk baca, boleh di-skip. Atau minta teman tolong bacakan keras-keras. Sekalian waktu upacara bendera. Biar heboh. Dan biasanya segmen fesbuker ini memang pembaca tulisan pendek. Jadi saya haturkan respect bagi pembaca mulai kata pertama sampai terakhir. ^,^

Waktu sekolah dasar, anak ini paling senang pelajaran bahasa. Zaman dulu belum masuk Bahasa Inggris. Anak-anak sekarang aja yang kecanggihan, hehe.

Dia paling suka kalau ada menulis karangan. Bisa panjang bercerita. Dan anak itu kebablasan membawa kesenangannya sampai pelajaran lainnya. Soal IPA dijawab dengan ilmu mengarang sekalian. Dasar tengil.

Berseragam putih biru, bocah yang belum beger itu berhadapan dengan bahasa baru: Sunda. Dia pun sukses mendaratkan nilai maksimal 6 di rapotnya. Tidak pernah lebih. Apalagi kalau sudah berhadapan dengan pupuh. Eling-eling mangkaeling.

Ya Allah, kapan jam pelajaran ini berakhir? Dia hanya bisa membatin. Di pelajaran muatan lokal itu, anak turunan Minang ini tidak bisa mengarang indah. Jangankan menjawab, pertanyaannya pun tidak bisa dimengerti. Dapat nilai 6 sudah bangga bukan main.

Menjadi anak yang belum punya KTP semasa SMA, dia masih belum sadar dengan DNA yang dimilikinya. Tapi ia kala itu memang sering membuat makhluk-makhluk di sekitarnya sekadar terkekeh. Terutama dengan petikan gitarnya yang berbunyi 'jambuklutuk'. Ketengilannya malah muncul waktu masuk di lingkungan rohiss. S-nya memang ganda, karena S terakhir berarti Srimulat. Dia tidak ada bosannya dengan lawakan Srimulat tahun '97. Anak Rohis yang tengil.

Akhirnya anak generasi Milenial awal ini secara tidak sadar menemukan keseruan di dunia jurnalistik kampus. Cari bahan, tulis, edit, cetak, perbanyak, jual, lalu mikir lagi apa tulisan berikutnya. Buletin kampus dan Pramuka ia olah saat itu. Selain bermusik dan coba-coba film indie, yang memang lagi hits tahun 2000an awal.

Setelah bekerja 12 tahun, dan berkeluarga, kejenuhan melanda. Rumah-pabrik-rumah-pabrik. Begitu terus polanya. Untuk yang terbiasa sibuk otaknya waktu zaman kuliah, aktivitas rumah-pabrik itu membuatnya jenuh.

Dasar anak kimia, jika ada larutan jenuh, harus didiamkan, kemudian didekantasi. Ambil bagian beningnya, buang endapannya. Itu yang ia lakukan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline