Lihat ke Halaman Asli

Oksand

Penulis Storytelling dan Editor

Saya Marah!

Diperbarui: 5 Januari 2019   07:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Mata membesar. Cepat tadahkan tanganmu di depannya, takut keluar bola mata ini. Kedua tangan kecilku mengepal tegas. Bisep mengeras. Coba saja pegang, seperti tidak ada lemaknya.

Bila memuncak, tampak urat di leher. Mata semakin memerah. Kau bisa dengar geraman dari tenggorokanku. Dan kadang hidung ini mendengus.

Untung saja celana ini tidak sobek. Baju compang-camping. Tubuh jadi menghijau. Aku bukan Hulk!

Apa kau! Jangan lihat kemari!

Sana jauh-jauh! Kecuali mau kena terkam!

***

Daripada menuliskan 'Saya Marah', dalam tulisan fiksi lebih baik untuk mendeskripsikannya. Gambarkan situasi apa yang terjadi ketika marah. Teknik ini disebut 'show, don't tell'. Begitu istilah Pak Isa Alamsyah dalam bukunya 101 Dosa Penulis Pemula.

Teknik menunjukkan ekspresi ini membuat pembaca akan menyimpulkan apa yang sedang dialami tokoh dalam cerita. Dengan gambaran di atas, pembaca sendiri nantinya yang menyimpulkan, "Oh, tokohnya lagi marah."

Memberitahu pembaca bahwa si tokoh sedang marah, akan mematikan imajinasi dan daya pikirnya untuk belajar mengambil kesimpulan.

Tidak hanya emosi, tapi sosok tokoh juga dapat digambarkan. Supaya pembaca novel atau cerpen ikut membayangkan fisik si tokoh. Coba baca lagi paragraf pertama, apa gambaran tokohnya?

Di situ ditulis, 'kedua tangan kecilku'. Kalimat tersebut untuk menjelaskan bahwa tokoh yang disebutkan orangnya kecil.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline