Lihat ke Halaman Asli

Oksand

Penulis Storytelling dan Editor

Fenomena Bahasa "Djadoel" Hingga "Zaman Now"

Diperbarui: 12 November 2017   19:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun 70an, ada kata yang dibolak balik susunannya. Seperti "Juung" dari kata ujung. "Roang" dari kata orang. "Lajan" dari kata jalan.

Era 80an, beken dengan bahasa "prokem". Prokem, dari kata preman, dua huruf terakhir (an) dihilangkan. Lalu ditambahkan "ok" setelah suku kata pertama. Preman --> Prokem.

Contoh lain, "Bokap". Dari kata Bapak, dua huruf terakhir dihilangkan. Ditambahkan "ok" setelah huruf pertama, jadilah Bapak --> Bokap.

Jaman 90an, lebih banyak lagi bahasa kekiniannya, pada masa itu.

"Agakugu magaugu igitugu" ^_^

"Aku mau itu", hanya ditambahkan "gu" setelah suku kata pertama.

Ada lagi yang kayak gini.

"Inakinu minainu initinu"

"Aku mau itu", hanya saja ditambahkan "in" di depan dan di tiap suku kata.

90an akhir, lahirlah bahasa alay masa itu yang lebih banyak dipakai banser. Kayak "lekong", "mawar", "begindang", dan sebagainya.

Bahasa alay 90an itu masih dipakai sampai sekarang, oleh kalangan tertentu saja ^,^

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline