Film "Lion" garapan sutradara Garth Davis tahun lalu bersinar di Academy Awards dengan 6 nominasi termasuk Best Picture dan Best Adapted Screenplay. Film yang dibintangi oleh Dev Patel, Sunny Pawar dan Nicole Kidman ini bercerita tentang perjalanan hidup seorang anak India bernama Saroo yang hilang di tengah riuhnya kota Kalkuta setelah tertidur di dalam kereta, akibat ditinggal oleh kakaknya. Saroo yang saat itu masih berusia 4 tahun berjuang sendirian untuk bertahan hidup selama berbulan-bulan di jalanan sampai akhirnya dia ditolong oleh seseorang dan dimasukkan dalam panti asuhan.
Tidak lama berada di panti asuhan, Saroo diadopsi oleh keluarga Brierley dari Tasmania, Australia. Saroo yang awalnya tidak bisa berbahasa Inggris tumbuh besar dalam keluarga penuh cinta sampai usianya 25 tahun. Lalu dimulailah upaya pencarian jati dirinya. Berbekal ingatan samar-samar tentang masa kecilnya, selama 3 tahun Saroo berusaha mencari keluarga kandungnya dan kampung halamannya. 12 Februari 2012, Saroo Brierly akhirnya berhasil bertemu kembali dengan ibu kandungnya di Ganesh Talai, India.
Saroo kemudian menuliskan perjalanan hidupnya dan pencarian jati dirinya ke dalam autobiografi berjudul "A Long Way Home" yang kemudian menjadi sumber naskah film Lion. Banyak hal sangat menarik yang ditampilkan di film ini, bukan hanya tentang penggambaran kehidupan anak-anak miskin di India tetapi juga tentang takdir, kegigihan, tentang keluarga dan cinta kasih.
Kisah hidup Saroo Brierley adalah kisah tentang dinamika kehidupan, sometimes in life we don't deserve what we have, but it is how it is. Apakah Saroo memilih untuk lahir di keluarga miskin di India, apakah anak 4 tahun bisa disalahkan karena tertidur di kereta, bagaimana takdir mempertemukan Saroo dengan seseorang yang mau menolong dia, siapa Saroo sampai dia terpilih diadopsi oleh pasangan yang begitu baiknya?
Terlepas dari segala kesulitan hidup yang dialaminya semasa kecil, saya harus mengatakan Saroo Brierley adalah orang yang sangat sangat beruntung. Hidupnya berakhir happy ending. Banyak anak lain yang tidak seberuntung Saroo, yang masih harus berkubang dalam kemiskinan dan kekejaman hidup sampai dia dewasa tanpa pernah membayangkan apalagi merasakan hidup enak, anak-anak yang terpisah dengan keluarganya tanpa menemukan keluarga baru yang baik dan tidak pernah bertemu lagi dengan keluarga kandungnya, yang tewas di pinggir jalan sendirian karena gagal bertahan menghadapi kerasnya hidup?
Dalam film Lion, diceritakan pasangan Brierley kembali mengadopsi seorang anak dari panti asuhan yang sama dengan Saroo tinggal dulu, hanya 1 tahun setelah mereka mengadopsi Saroo, namanya Mantosh. Tetapi Mantosh sangat berbeda dengan Saroo yang manis, Mantosh punya banyak masalah. Dia berusia 7 tahun saat diadopsi, datang dengan kondisi memprihatinkan, kepala penuh luka, terus menunduk tidak mau menatap orang lain. Mantosh berteriak-teriak saat tiba di rumah Brierley dan memukuli kepalanya sendiri. Mantosh tidak seberuntung Saroo, ia mengalami masa kecil yang jauh lebih mengerikan, dia sering disiksa dan dicabuli. Sampai dewasa Mantosh harus berjuang dengan kesehatan mentalnya dan perasaan terpinggirkan dalam keluarga. Apakah Mantosh layak memiliki masa kecil seperti itu, apakah masa dewasa yang "gagal" adalah kesalahannya?
Karena film ini adalah kisah Saroo tentu saja Saroo tokoh utamanya, Mantosh hanya tokoh tambahan tapi sejujurnya saya lebih penasaran dengan kisah Mantosh. Berdasarkan pencarian di Google, menurut keluarga Brierley, meskipun Mantosh datang dengan kondisi yang sangat buruk tetapi berkat cinta dari keluarga, Mantosh tumbuh menjadi orang yang jauh lebih baik. Meskipun banyak kesulitan, tetapi Mantosh sering menikmati waktu kebersamaan dan memiliki banyak kenangan indah bersama keluarga terutama bersama Saroo. Keluarga sama sekali tidak pernah merasa Mantosh adalah anak bermasalah, membandingkannya dengan Saroo yang tampak seperti anak baik, penyayang dan berprestasi.
Tetapi ternyata Mantosh Brierley (yang asli) tidak menyukai film "Lion". Dia kesal dengan penggambaran dirinya dalam film tersebut yang bermasalah dan suka membuat masalah dan dia kecewa karena merasa Saroo, saudaranya sendiri yang membangun image itu. Mantosh membenarkan bahwa dia memang tumbuh dalam kondisi mental yang sangat sangat rapuh, sepanjang hidupnya dia terus berkonsultasi dengan psikiater. Setelah menonton film "Lion" mentalnya kembali terganggu karena rasa jengkel bercampur ingatan akan luka masa lalu yang terkorek kembali. Mantosh sampai harus berpindah psikiater dan mendapat metode perawatan baru.
Sisi lain film Lion antara Saroo dan Mantosh menunjukkan bahwa setiap anak punya masalah dan kesulitannya masing-masing. Jangankan anak adopsi, anak kandung pun punya perbedaan dan keunikan masing-masing, dan keunikan ini perlu dihadapi dengan metode yang unik dan berbeda pula. Tidak bisa menggunakan 1 metode yang sama untuk setiap anak. Ada anak yang mudah makan, ada yang rewel. Ada yang perasa, mudah menangis, ada yang cenderung pendiam, ada yang agresif, ada yang butuh selalu dimotivasi, ada yang lebih senang melakukan semuanya sendiri, dll. Bukan berarti yang satu lebih baik, sementara yang lain lebih nakal. Atau lebih parah lagi, yang satu "anak kesayangan" sementara yang lain "anak bermasalah".
Saya bisa membayangkan betapa sulitnya harus merawat seorang anak dengan latar belakang yang memprihatinkan atau anak berkebutuhan khusus atau anak dengan karakter tertentu yang mungkin dirasa menyulitkan bagi orang tua. Dibutuhkan tidak hanya kesabaran, kekuatan, kegigihan, daya tahan banting tetapi juga ilmu, ketrampilan dan juga biaya untuk menghadapi mereka. Tetapi bahkan dengan semua pengorbanan itu, tetap tidak bisa menjamin seorang "Mantosh" akan menjadi seperti "Saroo".
Tidak ada seorang anak pun yang ingin punya kehidupan yang mengerikan atau menjadi anak yang "bermasalah". Tetapi bila sudah terlanjur, tidak ada yang bisa kita lakukan selain memberi cinta. Semakin "bermasalah" seorang anak, semakin dia membutuhkan cinta dan akan semakin sulit cinta itu diberikan dan diterima. Bukan karena dia anak baik maka saya mencintai dia, bukan dia harus jadi anak baik baru saya mencintai dia. Itulah cinta sesungguhnya, tanpa alasan, tanpa syarat. Love is the only thing any person truly deserve.