Lihat ke Halaman Asli

Sandra Suryadana

TERVERIFIKASI

30 tahun lebih menjadi perempuan Indonesia

Begini Rasanya Sakau Heroin, Berani Mencoba?

Diperbarui: 7 Januari 2018   01:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Shutterstock

Setelah membaca artikel saya kemarin "Rajin Tangkap Artis, Rajin Benahi Sistem Rehabnya Gak?", mungkin ada beberapa kompasianer yang bertanya-tanya, seperti apa sih parahnya sakau heroin? Sebelum menjawab pertanyaan itu saya harus menjelaskan dulu mengenai heroin.

Heroin adalah obat golongan opioid, dia satu golongan antara lain dengan morfin, codein, oxycodone yang namanya sering kita dengar. Obat golongan opioid adalah obat anti nyeri kelas berat, digunakan legal secara medis dalam penanganan rasa nyeri tingkat tinggi seperti pada pasien kanker. Obat ini juga sebagai obat penenang.

Obat golongan ini bereaksi dalam tubuh manusia dengan cara berikatan pada reseptor opioid dalam sel saraf tubuh kita. 

Believe it or not, tubuh kita mempunyai reseptor opioid, yang fungsinya memang bekerja sama dengan opioid. Bagaimana mungkin bisa terjadi? Apakah Tuhan sengaja menciptakan kita untuk kecanduan opioid?

Begini sejarahnya, opium sudah digunakan sejak zaman Yunani dan Romawi kuno, bahkan penggunaan opium sebagai anti nyeri sudah lazim digunakan sebelum zaman Hippocrates, Bapak Ilmu Kedokteran, dan beriringan dengan pemakaiannya, begitu juga kecanduannya. Baru setelah era kedokteran modern, diteliti mekanisme kerja opium dalam tubuh manusia. 

Lalu ditemukanlah reseptor pada sel saraf kita yang mengikat opium, yang normalnya berikatan dengan salah satu neurotransmitter. Neurotransmitter adalah senyawa kimia yang mengantarkan sinyal antar sel saraf manusia dan membuat sel saraf bekerja sesuai fungsinya.  Reseptor tersebut kemudian dinamai reseptor opioid dan neurotransmitternya dinamai endorphin, singkatan dari endogenus morphin.

Endorphin adalah salah satu neurotransmitter kebahagiaan. Pada saat tubuh mengalami stress, misalnya karena kesakitan atau ketakutan, maka tubuh akan mengeluarkan endorphin untuk meredam stress tersebut melalui pelepasan dopamin. 

Respon yang terjadi adalah berkurangnya rasa sakit, pikiran jadi lebih tenang, bahkan semua fungsi vital manusia juga ikut tenang yaitu pernafasan dan denyut jantung melambat, suhu tubuh dan tekanan darah menurun.

Perbedaan antara endorphine dengan morfin, heroin atau obat opioid lainnya adalah obat opioid memiliki efek yang jauh lebih kuat daripada endorphine, dopamine yang dilepaskan jauh lebih banyak sehingga pengguna merasa sangat sangat tenang bahkan euphoria atau "high". Opioid adalah obat respon cepat, bila diinjeksikan ke pembuluh darah, efek high ini bisa didapat dalam waktu kurang dari 10 detik. 

Setelah injeksi, pengguna langsung merasa nikmat kemudian mengantu. Dalam kondisi overdosis, pengguna bisa kehilangan kesadaran. Kompasianer pasti ingat berita tahun lalu, Roger Danuarta ditemukan dalam kondisi tidak sadar dengan jarum suntik masih menempel di lengan setelah menggunakan heroin. 

Begitu cepatnya efek heroin sampai Roger langsung hilang kesadaran sebelum sempat mencabut jarum suntiknya. Dalam kondisi overdosis yang lebih parah, pengguna bisa meninggal karena fungsi vital yang "terlalu tenang" alias berhenti.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline