Baru dua hari yang lalu saya menulis seri artikel mengenai perilaku bunuh diri, kemarin saya membaca berita mengenai wafatnya artis idola Kpop Jonghyun dan grup band SHINee. Jonghyun diberitakan bunuh diri di apartemennya setelah menyelesaikan konser solonya minggu lalu. Saya bukan penggemar Kpop, saya tidak tahu siapa Jonghyun sebelumnya. Tetapi di media, bertebaran pujian tentang betapa bersinarnya prestasi Jonghyun, dia dikenal sebagai sosok yang multitalenta dan pribadi yang sangat menyenangkan. Saya melihat beberapa fotonya baik sendirian maupun bersama dengan rekan-rekan grup bandnya. Semua menunjukkan seorang pria muda yang tampan dan segar, disukai oleh orang-orang sekitarnya, di wajahnya selalu terukir senyum menawan.
Betapa kita semua tertipu oleh senyuman itu, bahkan keluarganya pun tidak menyadari ada kesedihan dan keputusasaan di balik senyuman itu. Depresi adalah penyakit yang mengerikan, kita sering menyebutnya sebagai silent killer. Seringkali kita berpikiran bahwa seseorang yang depresi adalah orang yang tidak mau keluar rumah, tidak mau makan, hanya berbaring dengan tatapan kosong di atas kasur atau di bawah meja. Dalam kenyataannya, orang yang duduk di meja sebrang Anda di kantor bisa jadi sedang mengalami depresi.
Depresi bisa muncul dalam berbagai tingkatan dan beragam bentuk. Dalam tingkatan yang berat, benar, situasinya bisa seperti yang selama ini Anda bayangkan. Tetapi dalam tingkatan yang lain, orang dengan depresi bisa saja tetap bekerja seperti biasa, bahkan berprestasi lebih daripada orang yang tidak depresi. Tidak ada korelasi antara tingkat prestasi dan kinerja seseorang dengan tingkat depresi. Salah satu gejala depresi yaitu perilaku bunuh diri tidak mengenaltingkatan itu. Gejala ini bisa muncul bahkan pada depresi paling ringan sekalipun.
Contohnya Jonghyun, karena prestasinya yang berkilau dan selera humornya yang tinggi, kita semua dibutakan oleh bahasa tubuhnya yang lain, yang tidak dia munculkan di depan orang lain. Saya sendiri masih tetap bekerja sebagai dokter seperti biasa ketika saya mengalami depresi dan ingin mengakhiri hidup saya. Saya tetap datang ke klinik dengan senyum seperti biasa, menghadapi pasien-pasien saya dengan sikap ramah seperti biasa. Tetapi ketika saya pulang ke rumah, saya ambruk di kamar mandi, air mata tercurah bercampur dengan air dari pancuran, saya sering terbangun tengah malam dengan sarung bantal masih basah oleh air mata saya. Besok paginya, saya bekerja lagi seperti tidak terjadi apa-apa, menutupi mata bengkak saya dengan make up dan mengatasi rasa ngantuk saya dengan kopi.
Siapa yang tahu, apa yang terjadi dengan Jonghyun ketika ia sendirian atau orang-orang lain yang mengalami depresi. Seperti Melania Trump yang tersenyum manis ketika ditengok oleh Donald Trump tetapi langsung kehilangan senyumnya detik itu juga ketika Donald Trump menoleh ke arah lain. Saya belum bisa memahami, kenapa seseorang dengan depresi cenderung tidak menceritakan permasalahannya dan tidak menunjukkan kesedihannya kepada orang lain. Mungkin karena tidak ingin orang lain ikut sedih, mungkin juga karena takut dihakimi oleh orang lain dalam dunia yang mengagung-agungkan kekuatan manusia dan sering menghina kelemahannya.
Yang ingin saya sampaikan adalah depresi adalah penyakit, sama seperti penyakit fisik lainnya tetapi bisa jadi lebih mematikan daripada penyakit fisik. Ketika kita sakit fisik ada tanda dan gejala yang bisa tampak dari luar, nyata dilihat mata dan dapat diukur secara kualitatif maupun kuantitatif. Depresi tidak demikian. Dia bersembunyi di balik senyum, canda tawa dan prestasi gemilang. Orang dengan depresi bisa meninggal tanpa kita duga-duga sebelumnya, apa bedanya dengan orang yang mengalami serangan jantung? Oleh karena itu, dapatkah saya katakan bahwa depresi lebih menakutkan daripada penyakit fisik lainnya?
Mari kita menjadi lebih waspada terhadap tanda sekecil apapun, suara sepelan apapun dari orang-orang yang berusaha menyampaikan kepada kita mengenai kesedihan dan keterpurukannya. Jonghyun sudah berusaha menyampaikan kesedihannya, tetapi mungkin orang sekitarnya terlalu sibuk untuk mendengarnya. Selamat jalan Jonghyun, dunia kehilangan seseorang yang luar biasa, kami sedih tetapi semoga kamu bahagia di sana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H