Lihat ke Halaman Asli

Sandra Suryadana

TERVERIFIKASI

30 tahun lebih menjadi perempuan Indonesia

Mengapa Korban KDRT Tidak Lari?

Diperbarui: 12 Desember 2017   12:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini adalah pertanyaan sejuta umat yang pasti dilontarkan oleh orang ketika membahas masalah KDRT. Pertanyaan yang bagi saya pribadi sangat menyakitkan hati, apalagi bila didengar oleh korban KDRT. Pertanyaan ini seakan-akan menyalahkan korban bahwa tindakan KDRT yang dia terima terus terjadi dan berkelanjutan karena dia tidak melakukan apa-apa, tidak meninggalkan pelaku dan membiarkan kekerasan itu tetap terjadi. 

Jangan salah paham, saya juga bukan orang suci. Sebelum saya mempelajari lebih cermat mengenai KDRT, saya juga adalah orang yang sering menanyakan pertanyaan itu kepada korban. Berikut kira-kira kutipan percakapan saya dengan para korban yang biasa saya temui di UGD sebagai pasien saya:

"Sudah babak belur begini, kenapa nggak keluar aja dari rumah?"

"Anak saya ada 3, masih kecil-kecil. Saya nggak ada pekerjaan, Dok."

"Kerjaan bisa dicari. Keselamatan diri dan anak-anak susah didapat."

"Saya mau lari kemana, Dok? Ke rumah keluarga saya malu, ke rumah orang lain saya sungkan. Lagipula sebenarnya dia baik kok, hanya kalau lagi marah saja suka begini."

Kasus seperti ini sering saya temui selama saya berpraktek di Papua Barat dan Nusa Tenggara Timur. Dan setiap kali saya berusaha memotivasi mereka untuk menyelamatkan diri, percakapan ini hampir bisa menjadi template, bila pun berbeda tetapi intinya tetap sama juga. Korban tidak berdaya untuk menyelamatkan diri, bahkan terkesan tidak ingin lepas dari pelaku.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Bila kita dirampok atau hendak diperkosa, insting manusiawi kita tentu mendorong kita untuk melakukan apapun untuk menyelamatkan diri, entah dengan berteriak atau meronta-ronta. Korban kekerasan tentunya tidak mengalami kekerasan hanya sekali atau dua kali, tetapi mengapa insting manusiawi mereka seakan-akan sudah hilang? Sama sekali tidak ada perlawanan, bahkan ketika ada orang yang dengan tangan terbuka jelas-jelas ingin menolong, mereka justru menolak.

Mari kita telaah bersama-sama berbagai macam kemungkinan penyebab hal ini bisa terjadi dan mengapa KDRT harus menjadi kepedulian kita bersama!

  • Korban kehilangan kepercayaan diri

Berbagai macam kekerasan yang dialami oleh korban hampir pasti membuat pasien kehilangan kepercayaan dirinya.

Bayangkan bila setiap hari kita dijejali dengan pemikiran bahwa kita ini lemah, tidak berharga, tidak bisa apa-apa, tidak ada yang peduli, dengan tambahan bahasa-bahasa binatang lainnya, tentunya lama kelamaan kita akan mempercayai pernyataan itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline