Puisi Satu. Ketika nusantara masih punya 17 000 pulau bahkan 3.000 pulau belum diberi nama atau dihuni. Mengapa Pak Ahok dengan mempetaruhkan nama baik bapak dan justru semangat luar biasa membuat reklamasi
Puisi Dua. Ketika pantai seharusnya dinikmati cuma cuma oleh rakyat Jakarta. Mengapa Pak Gubernur yang dikenal adil, justru hanya berbagi pada konglomerasi dan kaum berpunya. Di masa depan pantai hanyalah mimpi mewah bagi rakyat. Di masa depan pantai hanya menjadi sarapan pagi bagi rumah kaum kaya
Puisi Tiga. Ketika Bapak Basuki Tjahaya Purnama dinobatkan oleh "media darling" sebagai pembela rakyat kecil. Mengapa para nelayan pantai Jakarta yang semakin miskin justru diasingkan demi hunian mewah di laut mereka. Mengapa rumah pesisir dan Pasar Ikan milik Rakyat Empat Generasi harus diratakan hanya untuk sekedar tidak menjadi pemandangan tidak sedap hunian mewah di pantai reklamasi.
Puisi Empat. Ketika para tokoh negeri seperti wakil presiden, tokoh DPR, menteri dan pakar hukum menyarankan untuk hentikan reklamasi. Mengapa bapak Ahok yang bijak justru dengan jumawa dan keras kepala tidak mau hentikan proses reklamasi.
Puisi Lima. Ketika para pendekar pembela lingkungan hidup dan para pintar lingkungan hidup berteriak reklamasi adalah sumber bencana lingkungan Jakarta. Justru bapak Ahok seolah olah paling jenius berteriak lebih keras lagi bahwa reklamasi mencegah banjir Jakarta.
Puisi Enam. Ketika "Para Teman Ahok" bersusah payah membangun citra sebagai tokoh anti korupsi terhebat negeri ini. Mengapa justru staf khusus kepercayaan Bapak dicurigai terlibat suap reklamasi dengan para cukong reklamasi dan para pembuat aturan negeri.
Ada apa dengan Bapak ?