Lihat ke Halaman Asli

Widodo Judarwanto

TERVERIFIKASI

Penulis Kesehatan

SBY Jangan Lawan Pers, Dirikan Media

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Untuk kesekian kalinya SBY merasa tak tahan juga melihat perilaku media masa tertentu yang keblabasan dalam beropini, memprovokasi dan berinformasi tidak berimbang. Meski SBY adalah penguasa negeri ini, tetapi media masa adalah penguasa jurnalisme yang sulit dilawan. Ketika perasaan SBY diungkapkan tentang perilaku media yang berlebihan maka semua insan pers meradang tanpa terkecuali. Saat ini ketidak berimbangan informasi ini membuat tidak ada sedikitpun hal positif dari pemerintah. Berita media tertentu didominasi hal buruk dari pemerintah. Kepiwaian pers dapat menggiring opini bahwa saat ini semua yang dikatakan dan dilakukan SBY selalu salah. SBY bisa saja tidak salah dalam mengungkapkan perasaannya akibat ketidak berimbangan informasi. Mungkin yang salah karena saat ini SBY seorang kepala negara. Tampaknya SBY harus menghentikan konfrontasi langsung dengan pers karena akan menjadi bumerang. Tetapi SBY harus mendirikan media televisi atau media cetak sendiri agar hak jawab pihak penguasa dapat berimbang dan penyampaian informasi positif dari pemerintahannya dapat tersampaikan.

Eforia demokrasi di Indonesia yang saat ini berkembang sangat luar biasa hebat. Kemajuan pesat teknologi dan demokrasi bukan hanya menyebabkan eforia berdemokrasi tetapi juga menciptakan eforia informasi yang demikian luar biasa. Setiap orang yang punya media dan punya kesempatan dapat bebas mengeluarkan opini tanpa peduli etika dan semangat membangun bangsa. Dahulu bicara dengan nada tinggi saja terhadap presiden sudah merupakan tindakan subversif. Saat ini provokasi dan hujatan berlebihan terhadap kepala negara masih dianggap kewajaran jurnalisme.

Bila dicermati sebenarnya tidak ada yang salah dalam pemberitaan SMS atau BBM Nazaruddin untuk diangkat dalam berita utama. Hal itu merupakan salah satu tugas dan fungsi pers untuk mengungkapkan kebenaranan. Tetapi mungkin saja yang dipermasalahkan penguasa adalah ketidak berimbangan informasi dimana setiap hari media terlalu berlebihan atau "lebay" dalam mengungkapkannya. Sebenarnya hal ini juga bukan pelanggaran jurnalisme tetapi bila hal ini didasari niat tidak baik hanya untuk sekedar kepentingan kelompok tertentu untuk menjatuhkan kelompok lainnya demi kepentingan politik suksesi tahun 2014. Di era demokrasi ini tampaknya opini yang tidak wajar itu akan menjadi biasa ketika kepentingan politik pribadi pemilik media dominan mempengaruhi misi dan strategi penyiarannya. Dalam keadaan seperti ini seharusnya SBY, Partai Demokrat atau siapapun partai berkuasa di republik ini nantinya harus punya stasiun televisi dan media masa populer yang menyeimbangkan pemberitaan dan opini yang saat ini tidak berimbang.

Tampaknya bukan sekedar kritik yang dilakukan tetapi menurut beberapa pihak beberapa media dalam mengkritik sudah punya niat bukan untuk membangun bangsa tetapi untuk menjatuhkan kelompok tertentu demi kepentingan kelompok lainnya. Sebelumnya sekretaris Kabinet Dipo Alam karena sudah tidak tahan lagi sampai harus mengkritik dua stasiun  televisi dan satu media cetak yang dikatakan tak melakukan pemberitaan secara terukur, yaitu TV One, Metro TV, dan Media Indonesia. Kedua televisi swasta yang dimiliki politisi tersebut dikatakan terus-menerus secara berlebihan memprovolasi pemerintah. TV One adalah milik Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie. Sedangkan harian Media Indonesia dan Metro TV adalah milik politisi Surya Paloh, yang saat ini gencar membangun organisasi Nasional Demokrat, .Menurut Dipo, selain kerap menayangkan adegan kekerasan berulang-ulang, kedua stasiun televisi ini kerap menayangkan pemberitaan tak berimbang. Contohnya ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan kunjungan kerja di Kupang, Nusa Tenggara Timur, awal Februari 2011. Saat itu, klaim Dipo, ada segelintir orang yang menggelar demonstrasi. Namun, kedua stasiun televisi tersebut memberitakan bahwa rakyat NTT menolak kehadiran Presiden. Padahal pendemo cuma segelintir. Bandingkan dengan yang menyambut Presiden dari Kupang sampai Atambua,” katanya.

Tidak berimbang

Bila dicermati saat ini media masa termasuk internet, televisi dan media cetak di Indonesia dipenuhi oleh media dan nara sumber yang mengeluarkan opini sesuai dengan seleranya dan sesuai dengan kepentingan pribadi atau pesanan kelompok  atau partai yang mendukungnya.

Bahkan beberapa opini pemirsa yang ada di media mengatakan hal yang sama. Seorang pemirsa mengatakan : “Dulu saya adalah penggemar stasiun televisi berita tertentu tetapi saat ini melihat lima menit beritanya sudah muak tidak tahan lagi karena beritanya provokatif dan tidak berimbang”

Saat ini semakin langka manusia idealis dengan informasi yang independen dan berkualitas tanpa dipengaruhi kepentingan politis dan kelompoknya. Sehingga informasi yang ada hanyalah pikiran negatif dan tidak berkualitas. Informasi itu hanyalah berisikan saling tuduh, provokatif, saling menuduh, saling menyalahkan, tidak ada solusi dan tidak menyejukkan. Mungkin saat ini manusia idealis hanya berharap pada sosok profesi jurnalis, teknokrat, ilmuwan atau tokoh agama yang belum terpapari polusi politik yang jumlahnya semakin langka.

Saat ini di Indonesia tampaknya idealisme jurnalistik semakin tergadaikan oleh kepentingan bisnis media, kepentingan pemilik modal yang terkait dengan kehidupan politik. Meski tidak sedikit juga media yang masih menjunjung tinggi idealisme jurnalistik tanpa mementingkan kepentingan bisnis media atau kepentingan pemilik media. Informasi yang tidak independent paling banyak dijumpai dalam berita politik, hukum dan sosial. Sumber utama kekisruhan informasi adalah pengaruh politik yang merasuki pemberitaan. Sedangkan kategori informasi hiburan, teknologi, pengetahuan dan kesehatan masih relatif murni dan tidak terkotori politik. Namun bukan hal yang tidak mungkin ke depan para politikus yang tidak bermoral memanfatkannya. Karena, saat inipun sudah mulai tampak sebagian dunia hiburan dipapari kepentingan politik.

Saat ini eforia demokrasi dapat dilakukan oleh siapapun yang mempunyai media dapat melakukan pemberitaan apapun tanpa melihat fakta jurnalistik dan demi kepentingan pribadi dan kelompok. Hal ini juga dapat dilihat saat ini jarang sekali kita menemukan berita yang secara fair tentang berita citra positif pemerintah dan prestasi bangsa ini. Adalah sangat langka keberhasilan pemerintah diangkat dalam sebuah berita. Kalaupun ada biasanya didominasi oleh kritikan dan pesan akhirnya malah membenamkan keberhasilan itu. Hal ini juga dilakukan bukan hanya oleh media tetapi oleh sebagian besar pengamat politik. Justru para nara sumber yang berkopeten seringkali diambil yang bombastis dan sarat dengan kepentingan tertentu. Saat ini menjadi barang langka seorang nara sumber baik dari para tokoh agama, teknokrat, ilmuwan, politikus yang menyuarakan fakta kebenaran yang berkualitas. Sayangnya sosok yang independen seperti ini jarang disorot media. Media cenderung menyenangi para nara sumber yang bombastis, layak jual dan mudah dikompori. Justru sosok seperti inilah biasanya mempunyai niat tidak tulus dan tidak baik. Mereka hanya beropini demi kepentingan pribadi dan kelompok yang mendukungnya.

Langkanya Berita Independen

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline