Lihat ke Halaman Asli

Widodo Judarwanto

TERVERIFIKASI

Penulis Kesehatan

Amerika Dalang Utama Revolusi Arab ?

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

12988702141549569939

[caption id="attachment_93583" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi-Bendera Amerika Serikat/Admin (cadceed.com)"][/caption] Revolusi di Arab diawali revolusi melati di Tunisia. Dengan cepat semerbak harum revolusi melati itu menyebar ke Mesir, Libya, Bahrain, Sudan dan Yaman. Negeri-negeri itu sebagian besar dikuasai oleh rezim diktator yang telah lama berkuasa. Ketika efek domino itu menyebar ke seluruh daratan Arab, Amerika Serikat saat ini ramai dituding sebagai sutradara pencipta "Timur Tengah Baru". Amerika sebagai dalang utama revolusi Arab seharusnuya menjadi perdebatan. Karena rumitnya permasalahan sosial ekonomi dan politik negara-negara Arab yang dipicu revolusi melati Tunisia menjadi masalah utamanya. Tudingan itu ramai dibicarakan media Internasional. Samira Rajab anggota parlemen Bahrain sekaligus wartawan, mengungkapkan kepada kantor berita Rusia, RIA Novosti. "Kerusuhan dan revolusi yang kita saksikan saat ini di negara Arab adalah akibat dari implementasi proyek AS bernama ’Timur Tengah Baru’ itu. Program tersebut dimulai dari Irak, kemudian Lebanon," Amerika sejak tahun 2006 tampaknya telah membuat skenario "Timur Tengah Baru". Saat itu Menteri Luar Negeri AS era Presiden George W Bush, Condoleezza Rice sudah mulai mengeluarkan ide besar itu. Proyek yang merupakan kebijakan Amerika di seluruh dunia termasuk negara Arab dan Asia Tengah tampaknya berkedok demokratisasi tetapi demi kepentingan Amerika. Hasil proyek besar itu diprediksi baru akan terlihat setidaknya sepuluh tahun dari awal dicanangkannya atau saat tahun 2011 ini. Dikatakan bahwa strategi utama Amerika adalah memperkuat peranan oposisi di setiap negara. Amerika dan dunia barat sangat tergantung pada negeri-negeri di daratan Arab. Mesir sebagai pemilik terusan Suez penghubung Barat Timur dan pelindung Israel. Arab Saudi negeri arab lainnya merupakan ladang minyak dunia. Sumber minyak ini sangat dominan mempengaruhi kehidupan dunia Barat dan Amerika. Sebenarnya Amerika lebih aman atau nyaman bila negeri Arab dipimpin rezim diktator, karena mudah dikendalikan demi kepentingannya. Kondisi kesenjangan ekonomi rakyat dan kediktatoran itu, bagi pemimpin Arab hanya mengutamakan kepentingan "tuannya" Amerika daripada melayani rakyatnya. Sedangkan Khadafi lebih mengutamakan ambisi pribadinya dibandingkan kesejahteraan rakyatnya. Kondisi ini tentunya akan merubah skenario Amerika untuk tetap dapat berperanan di Timur Tengah. Amerika berkepentingan untuk mencegah agar kelompok Islam militan menguasai negara-negara tersebut, karena relatif sulit dikendalikan. Tampaknya kebijakan LTimur Tengah Baru" tersebut mendapat angin baru ketika nama Obama mendapat tempat di masyarakat Arab. Sejak Obama terpilih menjadi presiden Amerika masyarakat Arab jatuh hati padanya. Kalau George W Bush tercatat sebagai Presiden Amerika yang paling dibenci dunia Arab. Sebaliknya, Barack Obama menjadi pujaan warga arab dan semakin meroket tinggi menjadi favorit di kawasan itu. Sebuah survei popularitas presiden asing diselenggarakan di enam negara Timur Tengah. Dalam daftar presiden asing yang paling tak disukai, nomor satu diduduki Bush. Sementara Obama sangat kontras, ia menjadi pemimpin dunia yang paling disukai oleh penduduk kawasan itu. Meskipun dalam beberapa tahun belakangan ini popularitasnya di mata masyarakat Arab sedikit merosot. Sejak berbicara dalam pidato pelantikannya pada 20 Januari lalu, Obama sudah menjadi sorotan dunia Arab. Saat itu, ia menjanjikan sebuah hubungan baru, yang didasarkan pada persamaan, saling pengertian, dan saling menguntungkan. Janji itu semakin dipertegas dengan nama tengahnya yang berbau Islam, Hussein. Catatan penilaian Obama sejauh ini masih baik di kalangan Arab, melalui sejumlah kebijakannya. Seperti penutupan penjara militer di Teluk Guantanamo, Kuba, dimana para tahanan terorisme ditahan tanpa sidang maupun vonis. Kemudian penarikan pasukan dari Irak, hasil kebijakan agresif Bush pasca serangan teror 9/11 ke WTC New York. Juga kelanjutan usaha mendamaikan dunia Arab dengan Israel yang selama ini berhenti di pemerintahan Bush. Obama mampu memperbaiki citra AS selama ini di mata pemimpin Arab, membalikkan kebijakan negaranya yang selama ini mengisolasikan Iran dan Suriah. Obama sangat berbeda dari Bush. Arab bersedia memberikan kesempatan kepada Obama selama ada perubahan yang substansial dalam kebijakan AS. Bila dicermati faktor penting yang membuat Arab bergolak adalah kondisi sosial politik dan ekonomi yang parah. Hampir sebagian besar kepemimpinan di daratan Arab adalah kepemimpinan diktator dan sudah lama berkuasa. Lamanya pemerintahan di berbagai negara itu memunculkan rezim yang otoriter dan korup. Meski pada umumnya negara Arab kaya minyak, kekayaan sumber daya alam ini tidak mensejahteraterakan rakyat. Penghasilan minyak itu sebagian besar masuk ke dalam pundi-pundi para pemimpin dan keluarganya serta para kroninya. Hal itu diperumit dengan adanya pertentangan dan permusuhan antar kelompok di setiap negara. Mungkin saja Amerika mempunyai skenario besar tentang Timur Tengah di masa depan. Tetapi tampaknya perkembangan revolusi melati Tunisia di luar kendali dan skenarionya karena bila kepemimpinan negara Arab jatuh ke tangan rakyat khususnya Islam garis keras maka kepentingan Amerika lebih sulit diperjuangkan. Kalau skenario itu gagal dalam membentuk boneka baru, mungkin Amerika berkilah keterlibatannya hanya demi kepentingan demokratisasi dunia. Berbagai permasalahan ekonomi, sosial dan politik tersebut secara akumulatif telah menyimpan bom waktu. Bom tersebut sewaktu-waktu pasti meledak bila dipicu keadaan tertentu. Saat ini tampaknya pemicu utama adalah revolusi Melati Tunisia yang menularkan ke berbagai negara Arab. Melihat itu semua sebenarnya segala hiruk pikuk sosial politik di tanah Arab pasti keterlibatan Amerika di dalamnya sulit dielakkan. Sehingga apapun kejadian yang ada di Timur Tengah anggapan dalangnya adalah Amerika adalah kewajaran. Sebaiknya keterlibatan Amerika itu menyadarkan Obama, bukan sekedar memikirkan kepentingan negaranya, tetapi juga demi kepentingan masyarakat Arab berikut bangsa dan agamanya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline