Lihat ke Halaman Asli

Widodo Judarwanto

TERVERIFIKASI

Penulis Kesehatan

Cara Bedakan DBD dan Penyakit Lainnya

Diperbarui: 4 April 2017   16:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi. Wikimedia

Memasuki musim penghujan ini, penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) kembali mengganas dimana-mana. Kecemasan orangtua semakin luar biasa, bila saat ini anaknya mengalami demam apa pun penyebabnya. Pikiran pertama yang muncul di kepala adalah apakah anak saya menderita penyakit berbahaya itu. 

Ternyata banyak penyakit lain yang penampilannya menyerupai DBD. DBD adalah penyakit infeksi yang demikian ganas. Bila terlambat ditangani, dalam beberapa hari bahkan dalam hitungan jam kondisi anak bisa masuk dalam keadaan kritis. Adakalanya seorang penderita DBD terlambat dalam penegakan diagnosis. 

Saat hari pertama demam didiagnosis dokter sebagai infeksi tenggorokan, kemudian hari berikutnya berubah diagnosisnya menjadi penyakit campak. Saat hari ke 3, setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium ditambah diagnosis gejala tifus. Baru saat hari ke 4 dan ke 5 keadaan memburuk dan meninggal, ternyata diagnosis penyebab kematiannya adalah DBD. 

Masyarakat awam, bahkan seorang dokter berpengalaman sekaliber profesorpun kadang sulit mendeteksi lebih awal diagnosis DBD ini. Gejala DBD amat luas, hampir semua infeksi akut pada awal penyakitnya menyerupai DBD. Sehingga saat awal penyakit, DBD seringkali dikelirukan dengan penyakit laiunnya. Gejala khas seperti perdarahan pada kulit atau tanda perdarahan lainnya kadang terjadi hanya di akhir periode penyakit. Tragisnya bila penyakit ini terlambat didiagnosis, maka kondisi penderita sulit diselamatkan. 

Untuk menghindari keterlambatan diagnosis DBD, mungkin perlu diketahui penyakit apa sajakah yang menyerupai DBD ? Demam Berdarah Dengue Virus dengue penyebab DBD termasuk famili Flaviviridae, yang berukuran kecil sekali, yaitu 35-45 nm. Manifestasi klinisnya ditandai gejala-gejala klinik berupa demam, nyeri pada seluruh tubuh, ruam dan perdarahan. Demam yang terjadi pada infeksi ini timbulnya mendadak, tinggi (dapat mencapai 39-40 derajat Celcius) dan dapat disertai dengan menggigil. Pada saat anak mulai panas ini biasanya sudah tidak mau bermain. Demam ini hanya berlangsung sekitar lima hari. 

Pada saat demamnya berakhir, sering kali dalam bentuk turun mendadak dan disertai dengan berkeringat banyak. Saat itu anak tampak agak loyo. Kadang-kadang dikenal istilah demam biphasik, yaitu demam yang berlangsung selama beberapa hari itu sempat turun di tengahnya menjadi normal kemudian naik lagi dan baru turun lagi saat penderita sembuh (gambaran kurva panas sebagai punggung unta). Kadang-kadang ruam tersebut hanya timbul pada daerah tangan atau kaki saja sehingga memberi bentuk spesifik seperti kaos tangan dan kaki. 

Manifestasi klinis lainya adalah sakit kepala, nyeri perut, mual, muntah, kadang disertai diare atau sulit BAB. Gejala lain yang menyertai adalah perfarahan di kulit, hidung atau saluran cerna. PENYAKIT YANG MENYERUPAI Melihat banyaknya tanda dan gejala klinis yang ditimbulkan DBD seringkali terjadi kekeliruan diagnosis pada awalnya. Pada awal penyakit, infeksi DBD menyerupai berbagai penyakit bakteri, virus atau infeksi prozoa. Penyakit tersebut meliputi demam tifoid, campak, influenza, infeksi tenggorokan (faringitis), demam cikungunya, leptospiros, malaria atau kelaianan darah. Bahkan beberapa kasus DBD sering dikelirukan dengan infeksi usus buntu. 

Demam Tifus 

Demam tifus adalah penyakit yang sering dikelirukan dengan DBD. Seringkali seseorang didiagnosis DBD bersamaan dengan penyakit tifus. Penyebab "pitfall" atau kekeliruan tersebut adalah kerancuan dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan Widal atau uji laboratorium untuk mendiagnosis demam tifus. Ternyata seringkali pada penderita hasil pemeriksaan widal juga meningkat, padahal belum tentu mengalami infeksi tifus. 

Pemeriksaan widal adalah mendeteksi antibodi atau kekebalan tubuh terhadap tifus, bukan mendeteksi adanya kuman atau berat ringannya penyakit tifus. Pada penyakit tifus pemeriksaan widal biasanya meningkat saat minggu ke dua. Bila saat minggu pertama hasil pemeriksaan widal tinggi maka mungkin harus dicurigai adanya "false positif", atau kesalahan hasil positif yang diakibatkan faktor lain. 

Ternyata pada pada beberapa penelitian pendahuluan ddidapatkan beberapa penyakit infeksi virus atau infeksi DBD, dapat meningkatkan reaksi tes widal. Manifestasi ini sering terjadi pada penderita hipersensitif atau penderita yang sering mengalami riwayat alergi. Manifestasi klinis demam tifoid pada anak seringkali tidak khas dan sangat bervariasi yang sesuai dengan patogenesis demam tifoid. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline