Lihat ke Halaman Asli

Sandi Saputra

Tenang saja, aku hanya belajar.

Rindu di Langit Utara untuk Jakarta

Diperbarui: 17 Februari 2019   16:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Malam yang tebal membawa beku di ujung pagi
Mengingat ratusan keping keinginan dalam bisu dan lesu
Merangkak dari reruntuhan ingatan yang menggila

Sekat-sekat waktu dan tabu dalam belenggu
Mengikat bayang dan kenang
Meluruskan benang yang melayang

Tanah dan lama memisahkan kita
Cakrawala yang ternganga dalam asa
Merinduhkan malam yang hangat dan pekat
Dalam kobaran masa lalu yang tak jinak
Dingin
Aku dingin

Apa kabar Jakarta?
Masihkah ada hari kemarin?
Kalimat-kalimat agung aku dengungkan
Menuruti kehendak dengki yang sudah lama pergi
Wajah-wajah belakang yang terbang
Kenangan yang terbentang dengan lantang

Jalan-jalan yang tidak pernah ku pilih
Jalan-jalan yang tidak pernah kau pilih
Kita datang dari belukar tak berakar
Aku ucapkan: Selamat datang

Menatap risau dalam hijau
Mendekap tangis yang terkikis
Sudahlah
Biarkan Jakarta menangis malam ini
Dalam piluh dan seduh
Fatamorgana dari kesalahan yang sama
Seterima kasih malam ini
Di rumah tanpa nomor ini
Di rumah tanpa nama ini
Aku mati dengan hina.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline