Lihat ke Halaman Asli

sandhywillyanto

Karyawan swasta

Mobil Listrik Bukan Solusi Ramah Lingkungan

Diperbarui: 29 November 2024   23:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Mobil listrik sering disebut sebagai "penyelamat bumi" dalam menghadapi krisis iklim. Kendaraan ini menjadi simbol masa depan yang ramah lingkungan dengan janji mengurangi emisi karbon. Penampilan modern dan futuristiknya seolah-olah meyakinkan kita akan solusi hijau. Disini saya akan mencoba membahas beberapa Faktor yang mempengaruhi Iklim jika pengunaan mobil listrik terlalu berlebihan.

1. Produksi Baterai yang Menyimpan "Bom Karbon"

Baterai lithium-ion menjadi andalan mobil listrik. Proses pembuatannya justru menjadi masalah besar bagi lingkungan. Pertambangan bahan baku seperti lithium, kobalt, dan nikel membutuhkan energi besar. Emisi karbon dari produksi baterai bahkan bisa dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan mobil berbahan bakar fosil. Tambang lithium di Amerika Selatan telah menguras sumber air dan membuat penduduk lokal kesulitan bertani. Di balik setiap mobil listrik, ada harga mahal yang harus dibayar oleh lingkungan.

2. Sumber Listrik Masih Kotor

Mobil listrik memang tidak mengeluarkan emisi knalpot. Namun, listrik yang digunakan sering kali berasal dari pembangkit berbahan bakar fosil seperti batu bara dan gas alam. Di banyak negara, termasuk Indonesia, energi "kotor" masih mendominasi sistem kelistrikan. Emisi karbon hanya berpindah dari jalan raya ke cerobong asap pembangkit listrik.

3. Limbah Baterai: Bom Waktu Berikutnya

Baterai mobil listrik memiliki masa pakai terbatas. Saat rusak atau habis masa pakainya, muncul masalah besar terkait pengelolaan limbahnya. Teknologi daur ulang baterai masih jauh dari sempurna. Banyak baterai bekas berakhir menjadi limbah beracun yang mencemari tanah dan air.

4. Eksploitasi di Balik Teknologi Hijau

Penambangan kobalt di Republik Demokratik Kongo menjadi contoh nyata. Bahan baku mobil listrik sering berasal dari negara-negara berkembang yang diwarnai eksploitasi pekerja. Anak-anak bahkan terlibat dalam proses penambangan. Aktivitas tambang merusak ekosistem lokal dan memicu konflik sosial. Teknologi hijau ini ternyata membawa konsekuensi etis yang besar.

5. Apakah Ada Solusi yang Lebih Baik?

Mengurangi jumlah kendaraan pribadi di jalan raya dianggap lebih efektif. Transportasi publik, sepeda, atau kendaraan berbasis hidrogen bisa menjadi alternatif. Energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin juga harus menjadi tulang punggung transportasi bersih.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline