KIP atau Kartu Indonesia Pintar merupakan bentuk Program Indonesia Pintar (PIP) yang merupakan program unggulan Presiden Joko Widodo. Program ini telah diresmikan pada tanggal 3 November 2014 bersamaan dengan Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Indonesia Sejahtera. Kartu Indonesia Pintar (KIP) memiliki 2 macam KIP Sekolah dan KIP Perguruan Tinggi. KIP Sekolah diperuntukkan bagi siswa pada jenjang SD, SMP, dan SMA. KIP Perguruan Tinggi diperuntukkan bagi siswa yang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Sementara itu, KIP Perguruan Tinggi memiliki 3 macam KIP Perguruan Tinggi untuk masyarakat umum KIP Perguruan Tinggi Afirmatif diperuntukkan bagi siswa penyandang disabilitas peserta Program Afirmatif Pendidikan Tinggi (ADik) bagi warga di daerah 3T Papua dan Papua Barat terdepan terluar atau tertinggal serta daerah terdampak bencana atau konflik dan KIP Perguruan Tinggi Mandiri KIP ini memiliki 2 Skema Skema 1 untuk penerima bantuan Biaya Pendidikan dan Biaya Hidup dan Skema 2 untuk penerima bantuan Biaya Pendidikan.
Dengan KIP, pemerintah berharap agar siswa dari keluarga miskin dan rentan dapat mengenyam pendidikan tinggi dengan memberikan akses pendidikan yang luas, mengurangi beban keuangan, meningkatkan potensi ekonomi dan mobilitas sosial, serta kesempatan berkarir bagi masyarakat Indonesia. Tujuan pemberian KIP ini belum sepenuhnya sesuai harapan karena terdapat berbagai kendala seperti data siswa sering tidak valid atau tidak terdaftar di Dapodik, verifikasi KKS dan DTKS oleh perguruan tinggi sulit dilakukan, dana untuk visitasi kurang. Kondisi ini sering kali menghambat penyaluran dana KIP dan tidak tepat sasaran. Selain itu, terdapat kesalahan perhitungan UKT dan pencairan dana oleh operator PT, serta kendala teknis di perbankan. Akibatnya, banyak mahasiswa yang masih merasa terbebani secara finansial meskipun telah terdaftar sebagai penerima KIP, serta terjadi penundaan dalam pencairan dana yang seharusnya diterima mahasiswa, sehingga mereka kesulitan memenuhi kebutuhan pendidikan tepat waktu. Pemanfaatan dana juga bermasalah, seperti pengembalian dana karena mahasiswa tidak aktif, pindah PT, atau telah lulus tetapi masih mengajukan pencairan. Kondisi ini menunjukkan bahwa penerapan KIP belum sepenuhnya efektif.
Sebuah upaya untuk mencapai tujuan dikenal sebagai efektivitas. Efektif menghindari biaya yang telah dikeluarkan dan berkonsentrasi pada pencapaian hasil atau target yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, pengukuran efektivitas hanya memperhitungkan seberapa besar hasil yang dicapai daripada jumlah yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Efisiensi, di sisi lain, mengacu pada kemampuan untuk menggunakan sumber daya secara optimal dan menghasilkan output maksimal dengan pengorbanan yang minimal. Untuk menjadi efisien, seseorang harus dapat menyelesaikan tugas dengan hemat, cepat, dan tepat waktu. Karena itu, kapan suatu anggaran dapat dianggap efisien dan efektif? Bagaimana cara menghitung kinerja keuangan berdasarkan efisiensi dan efektivitas? Menjadi hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah, yang bertanggung jawab atas anggaran dan keuangan negara.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249/PMK.02/2011 menggambarkan efektivitas sebagai pencapaian keluaran dengan membandingkan antara realisasi dan target volume keluaran. Di sisi lain, efisiensi didefinisikan sebagai pencapaian keluaran dengan membandingkan antara realisasi anggaran dengan pagu anggaran. Rumus perhitungan untuk menghitung efisiensi dan efektivitas anggaran dilampirkan.
Dengan menggunakan rumus di atas, rasio perbandingan persentase akan diperoleh. Rasio ini akan digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi kinerja keuangan suatu organisasi pemerintahan. Kriteria efektivitas dan efisiensi anggaran, menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 690.900-327 tahun 1996 (dalam Ariel S.Sumenge (2013, hal. 77), adalah sebagai berikut:
Merujuk pada program KIP Kuliah. Rencana anggaran untuk program KIP Kuliah yang dikelola oleh Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan (Puslapdik) dari tahun 2020 hingga 2024 menunjukkan peningkatan signifikan dalam jumlah penerima manfaat dan alokasi anggaran. Pengelolaan ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk memastikan bahwa orang miskin dan rentan miskin memiliki akses ke pendidikan tinggi. Berdasarkan rencana anggaran pada tahun 2020 -2024, jumlah siswa yang menerima KIP Kuliah terus meningkat setiap tahunnya. Jumlah ini meningkat dari 773.064 siswa pada tahun 2020 menjadi 2.020.772 siswa pada tahun 2024 atau sebesar 161,4 persen. Peningkatan ini disebabkan oleh alokasi anggaran yang terus meningkat untuk mendukung lebih banyak akses ke pendidikan tinggi, termasuk menampung siswa yang berasal dari keluarga miskin atau rentan miskin yang terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Sementara dari sisi anggaran juga mengalami peningkatan dari 4,24 triliun menjadi 13,98 triliun atau meningkat sebesar 229,72 persen. Peningkatan ini terjadi karena sesuai dengan target Rencana Strategis 2020–2024 untuk memperluas akses pendidikan tinggi bagi keluarga miskin atau rentan miskin, sehingga jumlah penerima KIP Kuliah terus meningkat setiap tahun. Peningkatan ini juga merupakan konsekuensi dari rencana ini dan bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia dan mendorong keadilan sosial yang ditekankan dalam Kebijakan Merdeka Belajar.
Implementasi dari rencana anggaran menunjukkan bahwa pengelolaan KIP sudah efektif. Hal ini terlihat dari laporan penyelenggaraan KIP Kuliah yang disampaikan oleh Pusat Layanan Pendidikan (Puslapdik) dalam Laporan Kinerja tahun 2020 sampai 2023. Untuk tahun 2020 bisa dibilang tahun yang penuh tantangan, dimana pemerintah harus mengatur ulang anggaran untuk mendukung Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Pengaturan ulang ini dilakukan karena kebutuhan tambahan seperti Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Anggaran awal yang sebesar Rp 19,8 triliun ditambah menjadi Rp 24,7 triliun. Sementara realisasi pencapaian target, berdasarkan DIPA Revisi terakhir menunjukkan realisasi sebesar Rp 24.512.463.724.868,- atau 99,09%. Ini menunjukkan bahwa pengelolaan keuangan sudah efektif, karena hampir seluruh dana yang direncanakan dapat terserap.
Sementara periode Pandemi di tahun 2021, menunjukkan verifikasi penerima bantuan sedikit tersendat, terutama di perguruan tinggi swasta. Meskipun begitu, program KIP Kuliah tetap berhasil menjangkau alokasi dana sebesar Rp9,7 triliun dan dilakukannya revisi menjadi Rp10.106.527.007.000 untuk kebutuhan tambahan. Hal ini, menghasilkan realisasi sebesar Rp10,136.527.007.000 (99,69%). Realisasi belanja bahkan melampaui anggaran hingga 100,30%, yang membuat kinerja keuangan menjadi sangat efektif. Dengan demikian program-program yang direncanakan terlaksana dengan sangat baik,