Lihat ke Halaman Asli

Ironis

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Awalnya sih tidak menyangka bahwa kebiasaan yang saya lihat adalah salah satu akibat dari sebuah pernikahan yang sangat ironis.

Siang itu, ada seorang bocah (10 tahun) berdiri di depan pintu rumah tempat ayahnya bekerja. Sepertinya, memang tidak ada hal yang aneh waktu itu. Hanya saja, bocah itu selalu datang ketika waktu hampir menunjukkan pukul 12.00 wib. Lama kelamaan terlihat sikap yang aneh dari ayah dan bocah itu. Sempat terlihat oleh saya, sesekali sebuah sendok berisi nasi sayur disodorkan pada mulut anaknya, dengan diam-diam. Jika si empunya rumah alias bos tempatnya bekerja sedang berdiri di luar rumah, sang ayah memakan makan siangnya sendirian ... dan si bocah hanya bermain batu kerikil di depan rumah, bersikap layaknya seorang bocah. Jika si empunya rumah berada di dalam rumah, dengan cepat kilat sang ayah menggerakkan tangannya dan menyuapi si anak dengan diam-diam .... oh, Tuhan.

Miris melihatnya. Kebiasaan itu terjadi hampir setiap hari. Usut punya usut, ternyata sang ayah baru saja dikeluarkan dari kerjaannya sebagai buruh di sebuah pabrik. Sang ayah kini mencoba menjadi buruh serabutan di home industri yang berada di kampung kecil. Sang ibu entah kemana .... jatuh cinta dengan pria lain dan kini mengikuti si pria, sekalipun belum cerai.

Memang, saya belum menikah ... tapi saya berpikir "Koq keterlaluan sekali sang ibu!" Peristiwa suap menyuap yang sangat ironis ini membuka mata saya bahwa tidak ada yang lebih baik selain "benar-benar mengasihi". Bisa jadi sang ayah setiap pagi bilang, "Nanti siang, datang ke tempat kerja ayah ya? Nanti  makan di sana." Memang sih makan beneran, tapi yang dimakan ialah jatah makan siang ayahnya ...itupun dengan diam-diam.

Siapa pun Anda yang sudah menikah, pikirkan baik-baik di saat Anda bertengkar atau sedang "jatuh cinta lagi" pada orang lain. Jika hanya sekadar menuruti keinginan diri sendiri yang tidak jelas, mendingan pikirkan bagaimana bisa "mengasihi" keluarga dengan baik. Pikirkan hal-hal yang menyangkut kepentingan keluarga (anak, istri, suami), jangan hanya memikirkan perkara/masalah kecil yang harus diselesaikan dengan solusi yang ekstrem/menuruti emosi belaka.

Saat membaca tulisan saya ini, Anda hanya membayangkan saja seperti apa ya kira-kira peristiwanya ... Seandainya Anda benar-benar melihatnya, Anda akan menangis. Jika ada yang sedang bermasalah dalam keluarga saat ini, jangan emosi saja ... tenangkan hati Anda, duduk bersama, komunikasikan dengan baik, dan bawa dalam doa.  - Santi -

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline