Lihat ke Halaman Asli

Samuel Edward

Pecinta dunia literatur, pecinta kopi, pecinta satwa khususnya anjing, pecinta alam. Dan semua itu dalam stadium 4 dan grade 4!

Dengan Satelit Telkom S3, Teknologi Digital Indonesia Harusnya Realisasikan "Konsep Trisakti"

Diperbarui: 20 Februari 2017   12:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sayang Sekali Jikalau Satelit Telkom 3S cuma Dimaksudkan untuk Menyokong Pembangunan yang Berparadigma Salah Kaprah seperti Selama Ini!

Tanggal 15 Februari 2017 lalu menjadi hari bersejarah baru bagi teknologi dan industri telekomunikasi dan informasi digital Indonesia. Pada hari itu, P.T. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. (Telkom) berhasil meluncurkan Satelit Telkom 3S. Namun, sejak hari tersebut, seharusnya bukan hanya sejarah baru untuk teknologi digital Indonesia saja yang terukir, melainkan juga era dan paradigma baru bagi perekonomian dan industri kreatif negeri ini.

Tujuan dari peluncuran Satelit Telkom 3S tersebut ialah agar seluruh wilayah Tanah-air terdigitalisasi sehingga semua titik di Persada ini sampai ke yang terjauh, terdepan, dan terpencil sekalipun dapat menjangkau dan dijangkau oleh sinyal media komunikasi dan informasi. Dengan tercapainya tujuan tersebut, seluruh masyarakat Indonesia diharapkan dapat mengakses dan mengadaptasi berbagai ilmu dan pengetahuan dari seluruh dunia. Terutama kalangan pelaku ekonomi kreatif, berhubung sektor ini bukan saja sangat kaya ragamnya di seluruh pelosok Tanah-air melainkan juga ditekuni dan dijadikan sumber nafkah oleh jutaan rakyat. Juga, selain industri kreatif kita bisa lebih kaya akan wawasan untuk dijadikan sumber mata-air ide dalam berkreasi lebih jauh, upaya digitalisasi ini pun dimaksudkan untuk memperkenalkan dan memasarkan industri kreatif nasional kita kepada dunia internasional secara ekstensif dan intensif.

Tetapi, walaupun semua maksud dan tujuan tersebut sangat bagus, kita semua tetap harus menyadari bahwa itu adalah bagian dari paradigma lama, yang sampai sekarang masih terus dianut. Padahal, kalau kita telaah, paradigma semacam itu tidak sejalan dengan Konsep Trisakti yang kerap didengungkan sebagai jiwa dari visi dan misi pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla. Bahkan, sejatinya, paradigma semacam itu kontra-produktif!

Kalau rumah kita punya pekarangan yang luas, misalnya, dan tanah di situ kualitasnya baik sehingga banyak jenis sayur-sayuran, buah-buahan, umbi-umbian, bumbu-bumbuan, rimpang-rimpangan, dan rempah-rempah tumbuh subur dengan sendirinya serta menghasilkan banyak produk bermutu secara berlimpah, memang bodoh juga sekiranya kita tidak memanfaatkan semua komoditas tersebut sebagai mata-pencaharian dengan cara menjualnya. Tetapi, adalah jauh lebih bodoh lagi jikalau kita menjual seluruh hasil tumbuhan di halaman rumah kita itu sampai tuntas, sementara diri dan keluarga kita sendiri yang tinggal di rumah itu, serta para sanak, kerabat, tetangga, dan sahabat kita, malah belum pernah satu kali pun mencicipi satu item pun! Malah, untuk makan dan masak sehari-hari, kita justru membeli sayur-mayur dan bumbu-bumbuan dari pasar atau dari tempat lain!

Dan yang paling bodoh, paling ironis, dan paling tragis ialah apabila kita melakukan semua itu karena kita memandang rendah produk-produk dari pekarangan rumah kita sendiri dan berpikir bahwa sayuran, buah, dan bumbu di pasar pasti lebih tinggi mutunya, namun ketika kita membeli semua itu di pasar, sebagian besarnya justru adalah produk-produk yang sebelumnya kita jual dari halaman rumah kita sendiri!

Justru Satelit Telkom 3S Mestinya Dimaksimalkan untuk Melakukan Revolusi Mental demi Kembalinya Kita kepada “Konsep Trisakti”!

Mohon tidak salah sangka. Sama sekali tak ada yang salah dengan kegiatan ekspor dan impor, apapun komoditas produknya, termasuk produk ekonomi kreatif seumpama karya seni-budaya. Yang menjadi masalah bukanlah soal masuknya produk luar ke negeri kita dan keluarnya produk kita ke negeri orang, tetapi soal keadilan dan rasionalitas yang terabaikan di dalam kegiatan-kegiatan ekspor-impor tersebut, seperti yang diilustrasikan di atas.

Sesungguhnya, keadilan dan rasionalitas dapat dikembalikan. Meskipun memang cukup berat dan sulit, serta takkan tuntas dalam waktu sebentar, namun upaya untuk itu sebenarnya sederhana saja. Tinggal dibalik saja arah dari seluruh proses keliru yang selama ini sudah dijalankan. Yang keliru sudah kita lihat di atas, begitu juga yang semestinya. Intisarinya ialah bahwa kita bukan hanya harus membuat produk dan karya kita semua sebagai bangsa supaya kembali menjadi tuan rumah di negeri kita sendiri, tetapi kita pun wajib membuat semua itu terlebih dahulu dinikmati oleh kita sendiri di Bumi Pertiwi ini. Artinya, ketika kita menjual produk-produk dan karya-karya kita ke dunia luar, itu karena kita sendiri, tanpa terkecuali, telah puas dan kenyang menikmati semua itu, sehingga yang kita ekspor itu adalah kelebihannya.

Itulah salah satu bentuk Revolusi Mental yang paling mendesak untuk diejawantahkan! Dan salah satu cara yang paling ampuh untuk itu adalah proses digitalisasi Indonesia secara semesta.

Untuk keberhasilan proses tersebutlah kita boleh mengharapkan peran besar Satelit Telkom S3. Karena, sebagai sebuah satelit telekomunikasi, Telkom S3 dapat menjadikan semua titik di Indonesia ini saling terhubung. Sehingga, seyogyanya, Satelit Telkom S3 harus pertama-tama membuat bangsa Indonesia kenal-mengenal satu sama lain dalam segala hal, terutama dalam hal produk kreatif masing-masing daerah, dengan karakteristik budaya, adat, seni, tradisi, dan bahasanya sendiri-sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline