Tahun 2001 pertama kali saya ditugaskan menjadi notulis dalam sebuah kegiatan pendidikan dan pelatihan yang diorganisir oleh sebuah lembaga nirlaba di Kota Medan. Saya masih berstatus sebagai mahasiswa tingkat akhir pada saat itu. Selama 4 hari saya harus duduk, menyimak, dan mencatat seluruh rangkaian percakapan selama acara berlangsung.
Panitia penyelenggaranya kebetulan cukup keep an eye ke saya, sedikit cerewet, dan perfectionist. Sempurna memang, puluhan lembar hasil notulen akhirnya saya serahkan ke panitia. Pinggang sakit, kepala puyeng, tangan pegal pun terobati ketika menerima amplop berisi honor yang bisa saya gunakan untuk membeli barang-barang yang tidak mungkin dibeli mahasiswa kebanyakan pada waktu itu.
Beberapa tahun kemudian saya lulus dan bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil. Dan kebetulan saya selalu dilibatkan dalam berbagai rapat kantor. Kadang-kadang rapat berlangsung cukup lama bahkan sampai larut malam. Dan saya pun diminta untuk mencatat hasil dan simpulan rapat. Beberapa catatan hasil rapat tersebut (notulis) kemudian ditindaklanjuti melalui nota administrasi resmi sebagai kebijakan yang harus dilaksanakan.
Yang saya amati sampai saat ini ada banyak rapat kantor yang terkesan sia-sia. Memang peran pimpinan puncak sangat menentukan, apakah mengadakan rapat-rapat tersebut untuk membahas isu-isu strategis dan mencari solusi atas permasalahan yang muncul, atau sekedar rapat menghabiskan waktu dan anggaran saja.
Untuk tipe pemimpin dengan tipe terakhir di atas, saya no comment. Tapi jika pemimpin di sebuah organisasi (khususnya pemerintahan) adalah seorang yang visioner, problem solving oriented, berani mengambil risiko, dan memiliki program yang jelas dan terukur, maka peran seorang notulis rapat adalah sangat strategis. Strategis dalam arti, jika dilaksanakan dengan baik akan bisa menghasilkan dampak yang siqnifican. Namun jika tidak dilaksanakan dengan baik dapat menghambat pencapaian tujuan organisasi tersebut.
Berdasarkan pengamatan dan pengalaman saya, tidak semua peserta rapat adalah pendengar yang baik. Sebagian dari mereka bahkan tidak mengerti apa saja yang dibahas dalam rapat tersebut. Karena memang banyak kejadian, personil yang ditugaskan mengikuti rapat bukan orang yang kredibel (untuk hal-hal tersebut tidak dapat dikomentari sih, namun kadang kala tidak jarang pula pimpinan rapat tidak bisa mendeliver substansi dan hasil rapat dengan baik kepada seluruh peserta rapat. Dalam hal ini peran notulis menjadi sangat penting.
Dan memang, bagi saya menjadi notulis bukan hal yang mudah. Beberapa hari yang lalu saya bertemu dengan sahabat lama. Teman saya ini adalah program manajer di sebuah international non government organization (NGO) yang kantor pusatnya berada di Italia. Secara kebetulan dia bercerita tentang kekesalannya kepada staf yang tidak cermat dalam mencatat hasil rapat. Padahal staf kawan saya tersebut lulusan master dari luar negeri.
Saya tidak mengatakan bahwa saya adalah notulis yang baik. Namun berdasarkan pengalaman ada beberapa hal yang dapat dijadikan tips sehingga bisa menghasilkan notulen yang baik. Hal-hal tersebut di antaranya sebagai berikut:
- Pelajari dan pahami terlebih dahulu bussiness process organisasi/lembaga yang kita diminta sebagai notulis. Adalah sebuah keuntungan jika lembaga tersebut adalah tempat kita bekerja sehari-hari.
- Pahami apa yang menjadi isu-isu penting yang akan dibahas dalam rapat/diklat/acara lainnya tersebut. Tidak jarang banyak ide-ide yang berloncatan dalam rapat. Kita mesti bisa memilah mana yang penting dan yang kurang penting untuk dicatat.
- Kenali sebisa mungkin karakter top leader, middle leader, dan peserta yang mengikuti rapat tersebut. Semakin sering kita mengikuti rapat dengan orang-orang tertentu semakin kita mengenal karakter dan kepribadiannya.
- Catat dengan cermat penggunaan istilah-istilah tertentu yang sering diucapkan pemimpin rapat. Hal-hal tersebut seringkali merupakan konseptualisasi penting yang ingin diimplementasikan dalam tubuh organisasi tersebut.
- Catat dan pahami apa-apa saja isu/masalah yang sering disampaikan oleh peserta rapat. Hal tersebut dapat menjadi gambaran kondisi yang sebenarnya yang terjadi sebagai kendala dalam pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi.
- Kenali cara pikir dan kemauan top leader. Hal-hal yang dianggap penting oleh pimpinan sebanyak dan sejelas mungkin harus bisa dikomunikasikan dengan baik sebagai kesimpulan rapat.
- Seorang notulis harus dapat berpikir seolah-olah sebagai pimpinan yang sedang mengarahkan anggotanya untuk melaksanakan hasil rapat tersebut, namun dalam versi tertulis. Oleh karena itu buatlah kalimat yang jelas dan sistematis, sebagai kristalisasi percakapan sepanjang rapat berlangsung. Gunakan kata-kata yang baku namun sederhana sehingga dapat dipahami oleh pembaca.
- Tindaklanjuti dengan nota administrasi resmi agar hasil rapat tersebut dapat dikomunikasikan kepada semua pihak yang berkepentingan dalam bentuk dokumen tertulis.
Banyak orang yang tidak bersedia ketika diminta menjadi notulis rapat. Sebagian memang tidak terbiasa mengikuti word by word sepanjang rapat namun sebagian kesulitan menuliskan inti sari (mengkristalisasikan) substansi dan semangat rapat tersebut menjadi rangkaian kata dan kalimat yang sistematis, jelas, sehingga dapat dipahami semua orang yang membacanya.
Namun bagi saya menjadi seorang notulis memberi banyak sekali keuntungan. Salah satunya kita jadi semakin paham apa yang menjadi tujuan organisasi, apa-apa saja kendala dan masalah, serta solusi atas masalah-masalah tersebut. Intinya wawasan dan cara berpikir kita akan semakin luas. Bayangkan jika yang mengikuti rapat tersebut adalah top manajer di pemerintahan seperti kepala daerah atau menteri.
Bayangkan juga jika peserta rapatnya adalah para pakar dari perguruan tinggi. Meski sedikit puyeng membuat kesimpulan atas diskusi-diskusi berkelas tersebut, namun bayangkan juga betapa banyaknya ilmu dan wawasan yang kita nikmati sebagai seorang notulis.