Bersyukur barangkali lebih mudah dikatakan dari pada dilaksanakan. Bersyukur sering dikaitkan dengan respon seseorang atas pencapaian yang diperolehnya dalam hidup. Jika apa yang menjadi keinginan hati kita terwujud maka kita dapat bersyukur dan itu tidak sulit dilakukan. Banyak acara syukuran yang dibuat orang semisal syukuran atas rumah baru, ulang tahun emas perkawinan, kenaikan jabatan, dan lain sebagainya. Bersyukur itu identik dengan kebahagiaan. Oleh karena itu jarang kita temukan ada orang membuat acara syukuran atas kesusahan mereka.
Lawan dari bersyukur adalah bersungut-sungut. Bersungut-sungut artinya menyalahkan keadaan atau orang lain atas kehidupan atau apa yang sedang kita alami. Kita merasa iri atau cemburu dengan keberhasilan orang lain dan berpikir bahwa kesusahan kita saat ini terjadi atas sebuah ketidakadilan.
Dalam kenyataannya kehidupan tidak selalu semanis yang dibayangan. Ada orang yang sudah merintis usaha atau karirnya dengan susah payah hingga akhirnya berada di puncak kesuksesan. Namun tiba-tiba penyakit parah datang menghampiri dan seketika mengubah keadaan. Dari atas puncaknya, roda kehidupan dengan sekejab dapat mengantarkan kita ke posisi paling bawah.
Ada yang sedang mencoba merintis bisnis, di saat mulai membuahkan hasil tiba-tiba mengalami kecelakaan yang menyebabkan kelumpuhan fisik secara permanen. Ada yang sekian lama menantikan keturunan, begitu sang istri dinyatakan hamil tiba-tiba terjadi sebuah situasi yang mengakibatkan sang janin di dalam kandungan tidak bisa diselamatkan. Hidup bisa menjadi berubah menjadi begitu menyakitkan, itulah kalimat yang saya kutip dari acara Secret Millionaire di National Geographic Channel (NGC).
Faktanya kita bukanlah mahluk yang bisa mengendalikan sepenuhnya hidup kita. Kalau boleh saya katakan bahwa kendali kita atas hidup ini hanya sepersekian persen (sayangnya ada banyak orang yang sombong dengan pencapaiannya saat ini). Kembali tentang bersyukur, apakah salah di saat hidup kita terasa hancur dan menyakitkan, kemudian kita tidak bersyukur dan menyalahkan banyak hal atas kesusahan kita tersebut? Dalam hal ini saya tidak bisa serta merta mengatakan salah. Sering saya mendengar nasehat di acara-acara penghiburan bagi mereka yang sedang tertimpa musibah/kemalangan bahwa apapun yang terjadi harus tetap bersyukur. Tapi kembali lagi, it is easier said than done !
Namun kalau dipikirkan dengan lebih dalam hal ini bukan semata-mata persoalan benar atau salah. Bersyukur atau tidak adalah sebuah pilihan, yaitu pilihan atas hidup yang lebih baik atau lebih hancur. Kita mungkin tidak dapat menolak takdir, namun kita dapat memilih respon kita terhadap takdir tersebut. Bersyukur adalah sebuah perspektif.
Saya bukan dokter atau orang yang pernah mengenyam pendidikan formal di bidang kesehatan. Namun setahu saya ada banyak referensi medis maupun non medis yang dapat menguatkan pandangan bahwa kehidupan yang bersyukur berpengaruh positif terhadap kesehatan kita. Emosi, stres, kecemburuan, sakit hati, akar pahit di batin, iri hati, kecemasan, dan kekuatiran berpengaruh buruk pada kesehatan.
James Allen dalam bukunya yang sangat terkenal As A Man Thinketh mengatakan bahwa rasa cemas dengan cepat mendemoralisasi keseluruhan tubuh dan membuatnya rentan terjangkit penyakit. Pikiran yang kotor akan segera menghancurkan sistem imum dan syaraf.
Dalam bukunya yang best sellerThe Miracle of Endorphin, Dr. Shigeo Haruyama menyatakan bahwa stres merupakan akar segala penyakit. Orang yang senantiasa berpikir negatif akan cepat jatuh sakit. Sementara itu orang yang membiasakan beripikir positif dan bersyukur memiliki resistensi yang kuat terhadap penyakit.
Haruyama menyampaikan pesan bahwa jiwa dan raga tidak pernah putus berdialog. Hal-hal yang ada di dalam pikiran bukanlah sesuatu yang abstrak, pikiran pasti berwujud dan aktif secara ragawi. Kita bisa lebih banyak mengeksplorasi berbagai keterangan medis, baik dari referensi tersebut maupun dari banyak referensi lainnya terhadap konsep dan fakta hubungan pikiran dan kesehatan.
Secara praktikal saya cukup terbantu oleh Rhonda Byne, pengarang buku fenomenal The Secret. Namun kali ini dalam bukunya The Magic, Byne banyak membukakan sebuah konsep syukur yang dirangkumnya dari kebijaksanaan dari nilai-nilai berbagai agama yang menurutnya memiliki benang emas terhadap syukur. Bagi Byne, syukur adalah magnet, dan semakin banyak syukur yang Anda miliki, semakin banyak kelimpahan yang Anda tarik. Ini adalah hukum semesta.