Lihat ke Halaman Asli

Syam

Syamsulhadi

Hari Kebangkitan Nasional? Indonesia Bangkit, Apa Semakin Terpuruk?

Diperbarui: 20 Mei 2022   13:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar: Suara.com

Hari kebangkitan nasional adalah momentum yang sangat penting untuk diperingati, terutama oleh masyarakat Indonesia. Sudah tidak menjadi rahasia umum lagi,  mudahnya akses internet di era sekarang ini, masyarakat mempunyai beragam ekspresi untuk merayakan hari tersebut . 

Minimal membuat pamflet atau twibon yang bertuliskan " Selamat Hari Kebangkitan Nasional." Hal itu sangat lah wajar dan penulis cukup apresiatif adanya fenomena tersebut.

Namun, bagi penulis memperingati hari kebangkitan nasional bukan hanya tentang pamflet dan twibon semata. Tetapi harus diartikan sebagai ajang critical tinking untuk membaca kembali negara Indonesia tercinta ini.

Adapun hari kembangkitan nasional diresmikan oleh presiden Soekarno berdasarkan keputusan presiden nomor 316 tahun 1959. Bahwa tanggal 20 Mei dapat diperingati hari Kebangkitan Nasional. Hal itu dilatarbelakangi lahirnya organisasi Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908 yang pada saat itu sangat getol sekali memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Organisasi Boedi Oetomo adalah perkumpulan yang bergerak dibidang sosial, ekonomi dan kebudayaan tanpa melibatkan unsur politik. Tentunya fokus mereka adalah memperbaiki atau membangkitkan tatanan sosial, ekonomi dan kebudayaan yang pada saat itu dirong-rong oleh bangsa asing.

Kalau ditarik kembali pada zaman sekarang, patut kita berfikir apakah tatanan sosial, ekonomi dan kebudayaan kita sudah ideal. Seperti apa yang dicita-citakan founding father maupun founding mother bangsa Indonesia? Menurut penulis ke tiga aspek tersebut masih belum layak dikatakan ideal.

Pertama, Dalam hal ekonomi, Negara Indonesia bisa dikatakan dalam tataran ekonomi yang pas-pasan. Mau dibilang ekonomi kelas bawah, tidak sedikit pengusaha-pengusaha Indonesia yang berhasil mengumpulkan pundi-pundi kekayaanya hingga menjadi konglomerat.

Akan tetapi kalau dikatakan ekonomi kelas atas pun juga tidak layak. Fakta di lapangan banyak rakyat Indonesia yang masih dalam belenggu kemiskinan. Masih banyak gelandangan dan pengemis yang harus diperhatiakan pemeritah.

Kedua, dalam tataran sosial Indonesia juga masih jauh dikatakan ideal. Walaupun ada yang melontarkan pernyataan bahwa " Indonesia adalah negara yang damai, rukun dan sejahtera." Tetapi lagi-lagi fakta di lapangan tidak menunjukan hal tersebut. 

Contoh pendiskriminasian warga sampang Madura yang menganut masdzhab Syi'ah tempat tinggalnya dibakar oleh warga yang tidak sepaham dengannya, hingga mengakibatkan 1 orang tewas. Bahkan sampai terusir dari tanah kelahirannya.

Tidak hanya itu, warga Ahmadiyah di Sintang juga mendapatkan perlakuan yang diskriminatif oleh warga yang tidak sepaham dengannya. Bahkan masjid Ahmadiyah sempat dirobohkan oleh kelompok-kelompok yang bisa dikatakan kelompok intoleran.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline