Lihat ke Halaman Asli

Syam

Syamsulhadi

Menelisik Makna Megengan, Ritus yang Dijalankan Masyarakat Jawa

Diperbarui: 13 April 2021   21:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar: nusntaranews.co

Tradisi megengan adalah tradisi yang sudah dijalankan masyarakat bertahun-tahun ketika menyambut bulan suci ramadhan. Khususnya masyarakat di daerah saya, yang kental akan kearifan lokal dan selalu menjaga tradisi peninggalan pendahulunya. Adanya kegiatan tersebut merepresentasikan bahwa masyarakat Indonesia sangatlah guyup rukun dan damai. Akulturasi antara budaya dan agama menambah indahnya keberagaman masyarakat Indonesia.

Setiap kali memasuki ramadhan, rumah saya selalu kebanjiran makanan. Makanan tersebut bukan Pizza, Hamburger, Hot dog, maupun Spageti ala masakan Eropa maupun masakan Jepang buatan Chef Juna. Makanan tersebut ialah, kuliner nusantara yang tidak kalah dengan kuliner manca negara, yaitu nasi yang lauknya potongan ayam, kering tempe, urap, abon, dan ditambahi kue apem, orang jawa biasa menyebutnya dengan nama Berkat. Adapun isi hidangan tersebut dapat juga ditambahi menu makanan sesuai selera masing-masing.

Pelaksanaan ritual megengan, mungkin setiap daerah mempunyai cara yang berbeda.  Umunya kalau di desa saya perayaan tersebut dilaksanakan seperti halnya tasyakuran. Yangmana tuan rumah mempersiapkan makanan yang disajikan sembari mengundang tetangganya untuk melaksanakan tawasul dan doa bersama.

Ketika saya diundang untuk menghadiri ritual tersebut, terlintas pertanyaan dibenak saya “Apa sih esensi dari megengan itu?” penyakit lama saya mulai kambuh, lidah saya gatal sekali untuk bertanya. Namun acara nampaknya segera dimulai, sebelum membaca tawasul dan doa, pria paruh baya yang merupakan salah satu tokoh masyarakat akan memimpin ritual tersebut. Sebelum beliau memulai,  terlebih dahulu memberikan sedikit petuah.

Akhirnya, hal yang saya tanyakan terjawab juga. Beliau menyampaikan makna filosofis dari tradisi megengan. Ia mengatakan bahwa megengan mempunyai makna menahan, yang berarti manusia yang beragama Islam sebentar lagi  disuruh untuk menahan hawa nafsunya di bulan ramadhan.

“ Mulakno sakdurunge poso kabeh menungso dikon ngresiki atine, njalok sepuro lan ngadakke sodaqoh arupo berkat iki mau (Makanya sebelum puasa seluruh manusia disuruh membersihkan hatinya, meminta maaf dan memberikan sedekah berupa berkat itu tadi)” ujarnya dalam bahasa jawa.

Kemudian di dalam tradisi megengan identik dengan Kue Apem yang menjadi ciri khas utama. Kue tersebut adalah simbol yang diambil dari bahasa arab yaitu “Afwun” yang berarti ampunan. “ Istilah pangapuro niki khususipun masyarakat jawa kedah bersyukur amergi bade melebet wulan ingkang akeh sanget pangapurane gusti Allah (Istilah ampunan ini, khususnya masyarakat Jawa harus bersyukur karena mau memasuki bulan yang penuh ampunanya Allah Swt).” Imbuh pria paruh baya itu.

Mendengarkan penjelasan beliau, saya memberikan kesimpulan. Masyarakat Indonesia khususnya Jawa, tidak hanya kaya akan suku dan budaya, tetapi budaya tersebut didalami dengan nilai-nilai moral dan spiritual untuk menuju hakikat manusia yang lebih baik. Falsafah Jawa selalu mengajarkan untuk selalu menebarkan kedamaian antar sesama dan menjalin hubungan mesra terhadap sang pencipta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline