Lihat ke Halaman Asli

Promag Berjasa Mencegah Kacaunya Hajatan Akibat Maag

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Kisah ini terjadi beberapa tahun silam. Ketika itu, keluarga pacar saya akan mengadakan hajatan besar, yakni acara lamaran dan seserahan adik perempuannya. Sebagai anak tertua, pacar saya selalu diandalkan untuk memimpin urusan penting apa pun dalam keluarga. Dalam acara kali ini, selain ia mengoordinir apa-apa yang harus ditangani dan siapa bertugas mengurus apa, ia juga turun tangan langsung dalam menyiapkan hidangan.

Waktu itu sedang dalam bulan puasa. Baru kira-kira satu minggu bulan puasa berjalan. Pacar saya tidak ikut berpuasa karena berbeda keyakinan dengan keluarganya. Tapi di saat Ramadhan, ia ikut berpuasa, supaya tetap terjalin kesatuan rasa dan jiwa di antara mereka. Dan saya juga mendukung niat baik tersebut.

Malam sebelum hari-H adalah malam tersibuk. Penganan-penganan yang lebih tahan lama harus sudah jadi malam itu juga. Sedangkan untuk kue-kue basah dan makanan utama yang lain, persiapannya baru mulai dilakukan malam itu, untuk kemudian dilanjutkan ke proses pemasakan secara maraton hingga subuh.

Jadi, malam itu, rumah keluarga pacar saya penuh sesak dengan para anggota keluarga, sanak-famili, kerabat, dan tetangga yang mengerjakan masakan. Ya jelas, termasuk pacar saya, sebab dia yang paling repot malah. Mereka semua akan begadang hingga waktunya sahur. Saya ikut membantu karena, seperti biasa, pada bulan puasa, order usaha saya tidak seramai bulan-bulan lain.

Kira-kira sekitar jam sebelas malam, saya mulai melihat ada sesuatu yang aneh pada pacar saya. Gerakannya yang biasanya sangat cekatan jadi melambat. Ia nampak pucat dan lemas. Karena sudah cukup lama mengenalnya, saya tahu, pasti ada yang ia rasa.

“Kenapa, Yang?” tanya saya sembari membantunya mengeluarkan kue bolu dari oven.

“Kayaknya sakit maag-ku kambuh nih, Sam,” ujarnya dengan suara seperti menahan nyeri.

“Ya sudah, Yayang berhenti dulu, istirahat. Aku ambilkan Promag dari warung ya?”

Ia hanya menjawab dengan anggukan pelan sembari mengernyit. Untung saja, keluarganya punya usaha warung, jadi saya tinggal ambil saja Promag di sana.

Setelah mengunci kembali pintu warung, yang memang sejak jam sembilan sudah ditutup, saya bergegas mengambil air hangat dari termos, lalu membawanya segelas untuk pacarku. Saat itu saya baru ingat, saya tidak melihat pacar saya makan seharian ini. Waktu buka puasa tadi, dia tidak makan apa-apa. Berarti, dari subuh tadi perutnya kosong!

“Ini, Yang, Promag-nya. Air hangatnya habiskan, biar lebih enak perutnya.”

“Terimakasih, ya, Sam,” jawabnya lemah sembari duduk di kursi yang saya tarikkan untuknya supaya dia mengistirahatkan badan sejenak karena lemas akibat nyeri maag.

Setelah gelasnya kosong dan hendak saya bawa untuk dicuci, saya tanya dia dengan nada menegur, “Yayang tadi waktu magrib nggak makan ‘kan?”

Dia berpikir sebentar. “Oh iya, ya! Kelupaan, Sam. Habis, Sam lihat sendiri nih, kerjaan banyak begini.”

Dia membuka tutup saji di meja makan. “Ya sudah, sekarang saja aku makan sedikit.”

“Eh,” kata saya, “jangan, Yang! ‘Kan barusan Yayang habis minum Promag. Tunggu satu jam dulu, baru perut boleh diisi. Kalau Yayang makan sekarang, kerja Promag-nya nanti terhambat. Lebih lama sembuhnya nanti itu sakit maag. Kalau mau, minum air saja, sekalian untuk bantu lancarkan kerja Promag-nya juga.”

“Iya ya, betul juga. Harus kosong lambung ya, kalau minum Promag.”

Saya mengangguk sambil mengaduk santan yang sudah mulai menggolak di kompor.

“Tapi harusnya tadi sebelum minum Promag, aku makan dulu sedikit ya.”

“Lho? Ya jangan dong! Memang aku menyesalkan Yayang belum juga makan sampai malam begini. Tapi ada hikmahnya juga itu. Jadinya ‘kan bisa minum Promag langsung. ‘Kan tadi Yayang sendiri bilang, minum Promag itu harus dalam keadaan lambung kosong. Itu betul sekali. Soalnya, Promag mengandung magnesium hidroksida dan hydrotalcite. Nah, dua-duanya itu berguna menetralkan asam lambung yang berlebih.”

Baru saja saya mengucapkan kata terakhir, tiba-tiba adik perempuan pacar saya yang akan dilamar itu, yang saat itu sedang duduk di lantai di depan televisi kurang lebih tiga meter dari tempat kami berada sembari mengerjakan cetakan kue di loyang, tiba-tiba mengerang sambil memegang perut.

Kontan saja keadaan jadi heboh. Pacar saya dan saya segera saja menghampirinya, berada paling dulu ke tempatnya untuk menahan supaya dahinya jangan membentur lantai, sebab dia sampai terbungkuk-bungkuk, barangkali karena merasakan nyeri yang hebat.

“Mur, kenapa?” seru pacar saya. “Maag kamu pasti kambuh ya?”

Adik pacar saya itu hanya sedikit saja mengangguk di sela isak dan air mata kesakitannya yang membanjir.

Saya cepat menyerahkan blister Promag yang tadi saya masukkan saku kepada pacar saya. “Ini, Yang, buka. Aku ambil air termos.”

Adik pacar saya yang laki-laki sudah membuka tutup termos, dan salah seorang bibi pacar saya bergegas sesudah mengambil gelas dari rak. Setelah adik lelaki pacar saya itu menuang air, saya segera bawa gelas itu ke Mur.

“Ini, Mur. Promag-nya sudah dikasih, Yang? Oh, sudah Mur pegang. Ya langsung diminum, Mur.”

Mur hanya minum sedikit airnya.

“Minum lagi, Mur, sedikit lagi saja, biar Promag-nya cepat turun, dan biar enakan perutnya,” kata pacar saya.

Habis itu, Mur digendong dua adik lelaki pacar saya ke kamar supaya bisa beristirahat. Belakangan, dia mengaku kalau dia hanya makan sesuap kolak pisang waktu berbuka puasa. Ditambah lagi, dia stres menghadapi lamaran itu, apalagi dengan persiapan yang sepertinya tidak beres-beres itu, yang ikut dikerjakannya pula.

Keprihatinan masih berlangsung beberapa menit. Barulah ketahuan, ternyata adik perempuan pacar saya selain Mur, dan juga beberapa orang famili yang sebagian besar wanita, juga mengalami rasa tidak enak di lambung. Rupanya, mereka semua juga punya sakit maag. Hanya saja, makan mereka waktu magrib lumayan cukup dibanding pacar saya dan Mur, jadi tidak sampai meninggi intensitas nyerinya.

Karena sesudah saya tanyakan mereka tidak makan apa-apa lagi sesudah buka puasa, saya beritahu mereka supaya langsung saja minum Promag juga. Mereka ikuti saran saya. Saya anjurkan juga agar mereka beristirahat sejenak untuk memulihkan lambung. Kalau pun ada yang mau dikerjakan karena mereka merasa tidak terlalu payah, paling tidak, jangan dulu yang berat-berat. Biar itu semua kami-kami yang sehat yang tangani.

Sekitar jam dua belas lebih sedikit, usai memasukkan loyang kue bolu terakhir ke dalam oven, saya sempatkan memonitor keadaan pacar saya dan yang lainnya.

“Bagaimana, Yang? Sudah mendingan?”

“Sudah,” jawab pacar saya yang sedang melap piring-piring dan gelas-gelas. “Sudah tidak terasa nyeri lagi sekarang. Cepat juga ya efeknya. Terimakasih ya, Sayang.”

Saya tersenyum saat dia berdiri memeluk dan mencium saya. “Sama-sama, Yang. Untung di warung sedia Promag.”

“Dan untung warung dekat,” tambah saya lagi saat beranjak untuk melihat keadaan yang lainnya. Pacar saya tertawa.

Adik perempuan dan beberapa famili pacar saya juga terlihat sudah tenang, tidak gelisah lagi, selain tampak letih dan mengantuk. Mereka pun sudah tidak merasa nyeri lagi dan merasa siap kembali pada kesibukan.

Syukurlah, jam setengah tiga segalanya bisa selesai juga. Yang berpuasa dapat sahur dengan tenang dan kemudian bisa beristirahat. Mur juga dibangunkan untuk ikut sahur.

Saya ingatkan lagi ketika kami tengah bersantap, “Pas mau imsak nanti pada minum Promag lagi ya.”

“Lho? Minum lagi, Sam?” pacar saya keheranan. Yang lain juga bertanya-tanya.

“Oh iya dong,” saya jelaskan. “Seharian nanti ‘kan pada puasa nih, lambung kosong, terus seharian ini ‘kan pasti sibuk banget, menata ruangan, pindah-pindahkan barang, dan lainnya. Belum nanti pada stres menunggu tamu-tamu datang jam empat sore. Asam lambung bisa meningkat tuh. Harus diantisipasi dari sekarang, minum Promag.”

“Memang bisa tahan sampai buka nanti, Sam?”

“Bisa. Di dalam Promag ‘kan ada simethicone. Simethicone itu bisa meredakan gas berlebih di lambung. Jadi, mual, kembung, dan rasa nyeri waktu sakit maag kambuh bisa dicegah dan ditangkal. Makanya, nyeri barusan cepat hilangnya ‘kan.”

“Oh, begitu,” sahut mereka hampir serempak.

Seusai sahur, semua langsung beristirahat. Jam tujuh pagi, saya bangunkan adik lelaki pacar saya yang kamarnya saya tumpangi untuk ikut tidur. Kami semua sibuk kembali sampai para tamu berdatangan. Acara seserahan dan lamaran berlangsung lancar dan hangat penuh kekeluargaan, diakhiri dengan shalat magrib berjemaah dan buka bersama.

Belum juga saya mengingatkan, pacar saya dan yang lainnya yang juga menderita sakit maag sudah menyiapkan Promag-nya masing-masing.

“Kapan boleh diminum nih, Sam?” tanya pacar saya.

“Nanti, dua jam sesudah makan. Soalnya, baru pas waktu itu lambung sudah benar-benar kosong lagi.”

“Iya, saya juga nanti di rumah mau minum Promag, ah,” tiba-tiba ibu dari calon suami adik pacar saya menimbrung.

“Oh, Ibu juga sakit maag?” tanya salah seorang bibi pacar saya.

“Iya, Bu. Kalau sudah kambuh itu lho, nyet, nyet, begitu rasanya di lambung,” ujarnya sambil mencubit-cubit lengan bibi pacar saya untuk mendemonstrasikan rasa menusuk-nusuk sakit maag. Kami semua tertawa jadinya.

“Saya sih cocoknya sama Promag saja lah! Dari dulu itu, dari waktu almarhum bapaknya anak-anak masih pe-de-ka-te ke saya.”

Kami semua tertawa lebih ramai lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline