Lihat ke Halaman Asli

Sam Sirken

Veritas Lux Mea

Nobel Perdamaian untuk Jurnalisme

Diperbarui: 9 Oktober 2021   10:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Niklas Elmehed

Komite Nobel Norwegia pada tahun ini memutuskan memberikan hadiah Nobel Perdamaian kepada dua jurnalis: Maria Ressa dari Filipina dan Dmitry A. Muratov dari Russia. Keduanya adalah pemimpin redaksi dan pendiri media independen di negaranya masing-masing.

Kedua jurnalis ini dianugerahi nobel perdamaian karena "keberanian untuk memperjuangan kebebasan berekspresi, yang merupakan prasyarat bagi demokrasi dan perdamaian abadi."

"Mereka adalah perwakilan dari semua jurnalis yang membela cita-cita ini di dunia di mana demokrasi dan kebebasan pers menghadapi kondisi yang semakin buruk," kata komite itu dalam sebuah pernyataan yang dirilis setelah pengumuman di Oslo, Jumat (8/10/2021).

Maria Ressa di kantor redaksi Rappler di Pasig city, Metro Manila, pada tahun 2018. [Jes Aznar for The New York Times]

Maria Ressa adalah Pendiri dan Pemimpin Redaksi Rappler. Dulu media ini punya edisi bahasa Indonesia dan sempat meramaikan jagat media di sini. Ressa juga dinobatkan sebagai Person of the Year majalah Time pada tahun 2018 atas kerja kerasnya melawan disinformasi -- yang telah menjadi duri di pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte. Sayangnya, ijin Rappler kemudian dicabut pada awal 2018.

Penyebabnya tidak lain adalah karena Rappler dengan berani mengungkap korupsi di pemerintahan dan kempemilikan modal serta potensi konflik kepentingan sejumlah tokoh politik terkemuka di negara itu. Dia juga membuka kebobrokan "perang melawan narkoba" yang dilancarkan oleh Presiden Duterte. Perang ini memakan kira-kira 30,000 nyawa dan korban-korbannya adalah rakyat kecil yang tidak bisa membela diri.

"Jumlah kematian sangat tinggi sehingga kampanye itu menyerupai perang yang dilancarkan terhadap penduduk negara itu sendiri," kata komite itu.

"Maria Ressa dan Rappler juga telah mendokumentasikan bagaimana media sosial digunakan untuk menyebarkan berita palsu, memfitnah lawan politik, dan memanipulasi opini publik."

Maria Ressa adalah wanita ke-18 yang memenangkan anugerah Nobel Perdamaian dalam 120 tahun sejarahnya. Berbicara di platform Facebook Live Rappler, Ressa mengatakan dia berharap penghargaan itu adalah "pengakuan betapa sulitnya menjadi jurnalis saat ini."

"Ini untukmu, Rappler," katanya. Ia menambahkan bahwa dia berharap "ini jadi energi bagi kita semua untuk melanjutkan pertempuran demi fakta."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline