Dikisahkan oleh :
Irma
Namaku Irma, aku masih 22 tahun.
Kuliahku sudah hampir selesai, sekarang aku kuliah sambil bekerja, sekalian meringankan beban mama.
Memang selama ini, mama tidak pernah mengeluh tentang biaya kuliah dan uang sakuku. Tapi aku semakin dewasa, aku harus tahu diri. Juga merasa iba dengan kegigihan mama dalam usahanya untuk membiayai keluarga yang hanya bertiga. Aku dan adikku laki laki yang kuliah juga.
Mama sendirian, karena papaku sudah tidak mengirimkan uang lagi semenjak papa punya anak dengan mama baruku.
Sehingga adikku sekarang bertambah satu, perempuan masih bayi.
Tapi di keluargaku bukannya sebuah sinetron yang mengharu biru dalam perpecahan rumah tangga karena ayahnya beristri lagi.
Mungkin orang pada bingung kok bisa ya?
Kami dua keluarga yang akur dan harmonis semua, dan saling menghormati satu sama lain.
Keluargaku dari dulu selalu harmonis dan semua berjalan baik. Mama sudah usaha sendiri membuat kue kue jajanan pasar dengan lima karyawannya. Sudah memiliki pasar dan semua sudah berjalan sejak aku duduk di SD.
Papa bekerja di perusahaan, tapi tampaknya papa kurang begitu sukses, karena kariernya di situ situ saja. Beberapa kali pindah perusahaan namun tetap sama hasilnya.
Sedangkan papa mau membantu mama, selalu mama tolak, mama mengatakan, lebih baik dua pemasukan, walau tidak banyak tapi dapat untuk menjaga bila usaha mama ada suatu goncangan.
Dua tahun yang lalu ini lah ceritanya yang aku dapatkan dari orang tuaku.
Suatu sore di hari Minggu, aku dan adikku dikumpulkan papa dan mama di kamar mereka.
Lalu mama mengatakan bahwa, papa akan menikah lagi dengan tante Martin. Kami kenal Tante Martin, setahun yang lalu om Martin meninggal dan kami semua datang. Mereka tidak memiliki anak.
Tante Martin lebih muda dari papa kira kira lima tahun.
Lalu mama melanjutkan lagi, bahwa kenapa bisa terjadi? Dikarenakan mama yang meminta papa untuk mendekati Tante Martin dan kalau dapat menikahinya.
Mama melihat bahwa Tante Martin sangat terpukul sekali setelah kepergian suaminya yang mendadak.
kami tidak lagi memanggil Tante Martin karena Martin adalah nama suaminya. Kami memanggil nama saat gadisnya, mama Ita.
Di balik alasan mama, kami tidak tahu. Namun aku dan adikku, merasa tidak masalah. Rumah kami berdekatan ada selisih kurang lebih sepuluh rumah.
Mereka menikah sederhana. Papa usia 48 tahun dan mama Ita usia 43 tahun.
Sebenarnya rencana tidak memiliki anak. Tapi akhirnya lahirlah adikku perempuan dengan selamat.
Mama Ita, mirip seperti mama, dia mengembangkan fashion dan sukses, memiliki 3 boutique fashion.
Setelah papa mempunyai anak lagi, papa berhenti bekerja.
Papa membantu sana sini. Pada kedua istrinya secara bergantian. Semua berjalan normal seperti biasa. Perhatian papa pada kami juga tidak ada yang berubah. Papa juga kadang tidur dirumah. Semua baik baik saja.
Aku pernah mendesak menanyakan pada mama alasan yang sebenarnya, namun mama tidak membuka. Tetap pada alasan pertama.
Akhirnya kami, aku dan adikku merasa biasa juga dengan keluarga baru papa. Serta adikku perempuan, menjadi mainan kesukaanku. Aku sering tidur di rumah mama Ita bersama adikku mungil lucu itu.
Kini aku sudah dapat penghasilan sendiri dari aku bekerja di seniorku. Aku menangani beberapa sosial media untuk promosi produk boneka dia. Selain gaji, aku dapat komisi per penjualan yang terjual melalui sosmed yang aku tangani.
Lumayan, kini aku sudah tidak minta uang jajan mama lagi dan uang jajan adikku laki laki aku yang menanggungnya.