Dikisahkan oleh : Isna Tisna
Terngiang di telingaku kata kata papaku, kapan kamu nikah? Papa semakin berat membiayai adikmu. Coba pikir kamu sekarang sudah dewasa. Kata kata itu berulang ulang aku dengar, dalam hatiku ingin aku berteriak, : papa apakah isna tidak pernah membuka diri pada laki laki?, namun memang hingga kini, belum ada laki laki yang cocok buat aku pa. Tapi itu selalu hanya di anganku, belum pernah aku lontarkan pada papa maupun mamaku. Aku hanya menelan kata kata menyakitkan mereka, seakan akan jika aku menikah, persoalan finansial keluarga langsung membaik.
Kata kata mama beda, tapi intinya sama, seperti : Isna, carilah pria yang mapan yang adiknya sedikit, orang tuanya memiliki usaha sendiri dan bla bla bla lainnya. Intinya adalah mendapat pasangan yang punya banyak uang untuk disalurkan sebagian kekeluarga kami. Agar dapat menutup biaya sekolah adik. Juga untuk menambah uang belanja mama yang kurang terus, sehingga mama pusing memikirkan masak apa.
Mengapa mama dan papa kompak membebankan keuangan keluarga pada diriku? Bukankah itu semua tanggung jawab papa yang gajinya kecil? Mama selalu membela bekas pacarnya dengan kata kata, maklumlah papa kan cuma lulusan SMA. Itu yang dikemukakan mama, seolah membenarkan anaknya harus menanggung kesalahan mamanya dalam memilih pasangan hidup. Jika memang mama memakluminya, jangan mama ingin makan ayam, daging sapi dan sebagainya. Tiap hari makan tahu dan tempe saja sehingga mama bisa menabung, itu namanya mama juga memaklumi. Coba, Jika ada kondangan mama langsung ke salon dan membeli tas tangan baru. Padahal itu uang dari meminjam saudara atau tetangga. Semuanya dipaksakan menjadi lebih. Namun anak sulungnya yang dituntut mencari pasangan yang tajir, sultan dan punya usaha besar.
Aku bertemu dengan teman lamaku Claudia. Dia memiliki wajah imut cantik. Banyak laki laki mendekati Claudia. Dulu aku sempat berpikir, bahwa bila aku dekat claudia, pasti dapat berkenalan dengan banyak laki laki. Tapi dugaanku salah, seperti tawon yang mengerubungi Claudia tapi mengabaikan aku, aku yang menunggu sambil melihat tawon tawon berseliweran, karena sudah lebih dari 2 tahun berteman dengan Claudia, tapi tidak bertemu pria yang aku damba.
Saat bertemu dengan Claudia, seakan banyak cerita yang saling kami ceritakan. Hal yang menarik adalah Claudia memiliki pacar yang berkecimpung dalam dunia perfilman. Claudia pun sudah masuk dalam film pacarnya, walau perannya belum penting. Saat ini Claudia ingin membantu aku untuk dapat masuk sebagai artis baru. Aku langsung menyetujuinya. Bukan uang yang aku cari sebenarnya, tapi laki laki untuk menikah denganku dan aku dapat menyodorkan pada papa dan mama. Berjalannya waktu, aku diajak janjian bertemu dengan claudia di lokasi syuting. Saat aku datang, ternyata bukan hanya Claudia yang menyambut aku, namun sutradara, penulis naskah, dan kru kru lainnya. Mereka sudah tahu namaku isna. Ternyata aku sudah disandingkan Claudia.
Sehubungan ada pemeran pembantu yang tidak dapat hadir, maka aku dipakai sebagai cadangan. Aku pun langsung dibimbing ke dalam rumah untuk di make-up, sambil make-up, aku harus menghafalkan skenarionya. Aku juga dilatih akting. Hasilnya ternyata di luar dugaanku, aku banyak mendapat pujian, dikatakan aku cepat hafal skenario dan dialognya. Aku juga dianggap memiliki bakat akting di depan kamera. Claudia memelukku dan berterima kasih padaku. Aku yang seharusnya berterima kasih pada Claudia, namun buru buru Claudia katakan bahwa proyek pacarnya ini harus selesai sesuai target waktu, bila tidak ada aku akan melebihi target yang dicanangkan, serta ternyata aku cukup oke dalam peran yang aku bawakan. Aku pun sangat senang. Akhirnya aku larut dalam dunia industri peran. Aku tinggalkan pekerjaanku sebagai admin perusahaan distributor. Pendapatanku di perusahaan distributor hanya standar UMR. Sedangkan di dunia film, aku dapat berkali kali lipatnya. Kini penghasilanku sebulan dapat mencapai 70 hingga 80 juta. Walaupun aku hanya pemeran pembantu namun aku puas. Hari hariku, kini sudah terbalik, kerja malam hingga subuh dan pulang mandi lalu tidur hingga bangun di saat siang hari. Mama dan papa tidak ada yang melarang aku.
Semua kata kata menyakitkan sudah tidak pernah terdengar lagi. Aku berikan pada mama dan papa 25% dari pendapatanku perbulan saat main film. Papa dan mama tampak senang, sekarang mereka lebih memanjakanku, prioritas utama di dalam keluarga adalah aku. Aku yang menentukan, mereka terjajah hanya oleh uang, dan uang yang selalu dipikirkan, sejak aku masih sekolah. Kini kata kata ibu padaku sudah berubah katanya padaku isnah hati hati kalau ada lelaki mendekatimu, pikir matang matang apakah dia hanya menginginkan hartamu?.
Aku dapat menabung setiap bulannya untuk membeli mobil pribadi. Walau biasa saja bukan mobil mewah namun dapat aku gunakan untuk mobile ke mana mana tanpa menggantungkan pinjaman dari teman teman. Aku dan Claudia masih sering bertemu, baik di lokasi syuting maupun di kafe. Kami masih tetap seru, masih suka bercerita, bercanda dan bergosip dan tertawa lepas bersama.Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H