Dikisahkan : Dian Kusumawati
Aku sedang dalam keadaan tidak baik baik saja, baru kali ini aku mengalami hal ini, aku coba menenangkan diri. Baru beberapa menit saja, sudah terbayang lagi. Aku jadi trauma.
Awal mulanya adalah baik baik saja. Aku menikah dengan mas Priyo Wardono seorang akunting yang saat kami pacaran masih di level bawah. Setelah menikah mulailah karier mas Priyo naik. Kini setelah usia pernikahan kami sudah menjelang 8 tahun, kedudukan mas Priyo sudah menjadi chief accounting, dengan 8 anak buah.
Secara otomatis kesibukan mas Priyo semakin bertambah, kunjungan ke cabang-cabang yang banyak berada di Jawa dan Bali.makin sering dilakukan.
Hingga tahun ke 7 pernikahan kami, mas Priyo yang dulu aku kenal, masih sama seperti yang dulu.
Tapi terakhir ini, saat berada di tahun ke 8 ini. Perubahan banyak terjadi. Aku bahkan semakin lama semakin asing dengan mas Priyo.
Biasanya saat libur, beliau ajak aku dan anak kami yang hanya semata wayang, untuk menikmati liburan bersama. Bisa kulineran, bisa nonton, atau ketempat hiburan.
Kini hal itu sudah tidak dilakukan lagi. Bahkan bila aku atau anak kami memintapun terasa enggan dan banyak menolaknya.
Hubunganku di kamar pun sudah semakin dingin, dulu hampir sering dia memberi kode padaku untuk persiapan malam.
Aku paham sekali dengan kode-kode yang dikirim mas Priyo.
Tapi sekarang, bukan kode lagi tapi keengganan yang ada. Bahkan membicarakan ke arah sanapun selalu ditepisnya dan dialihkan pada topik lain.
Masih banyak lagi perubahan yang aku amati.
Aku sudah pernah membuka komunikasi secara berdua saat kami berlibur ke pantai. Namun jawabnya selalu tidak ada apa apa dan mengalihkan pembicaraan.
Aku mulai menduga, bahwa mas Priyo ada wanita lain yang sedang dikencaninya. Mungkin banyak via WhatsApp. Atau mungkin memakai medsos lain.
Aku selalu mencari kesempatan untuk membuka ponsel mas Priyo. Namun terlalu ketat. Tidak seperti dulu yang sering tergeletak di mana saja.
Kata orang firasat seorang istri itu jangan disepelekan. Akupun merasakan hal tersebut.
Tepat hari Senin pagi, tiba tiba, mas Priyo seperti terburu buru dan saat akan berangkat kerja dia menyiapkan kopor luar kotanya.
Aku menanyakan, kenapa harus bawa kopor ke kantor? . Mas Priyo jawab bahwa akan langsung ke Semarang. Aku kaget karena belum pernah semendadak ini kalau akan keluar kota.
Dengan berbagai alasan, seolah mes Priyo memberikan argumen argumen agar aku terima.
Aku mulai jenuh dengan permainannya, akupun mulai melancarkan jurus mata mataku.
Aku awalnya lacak ke kantornya, aku kontak resepsionisnya. Ternyata mas Priyo ambil cuti 3 hari.
Aku dengan nama dan identitas samaran, menanyakan, biasanya mas Priyo bila ke Semarang, menginap di hotel apa?. Aku dapat alamat penginapan mas Priyo. Bukan nama hotel, tapi alamat rumah. Mungkin milik cabang Semarang yang bisa ditinggali bila ada audit atau tamu dari pusat.