Sebelum melabeli seseorang sebagai otoriter, penting untuk memahami apa yang dimaksud dengan otoriter dan bagaimana bentuk-bentuk kekuasaan otoriter diterapkan. Dalam ilmu politik, terdapat dua jenis utama otoriter yaitu otoriter hegemoni dan otoriter dominan. Penulis akan mengulas kedua jenis otoriter tersebut dan mencoba mengidentifikasi apakah Presiden Jokowi menerapkan salah satunya.
Otoriter adalah bentuk pemerintahan di mana kekuasaan terpusat pada satu individu atau kelompok kecil yang tidak terbatas oleh hukum atau institusi demokratis. Tindakan otoriter sering kali melibatkan pembatasan kebebasan sipil dan politik serta penindasan terhadap oposisi.
A. Otoriter Hegemoni
Menurut Antonio Gramsci, otoriter hegemoni adalah bentuk pemerintahan yang mendominasi tidak hanya melalui pemaksaan tetapi juga melalui ideologi dan budaya. Ciri-ciri otoriter hegemoni meliputi:
1. Dukungan Rakyat: Pemerintahan mendapat dukungan dari rakyat dengan membangun persetujuan melalui kontrol atas propaganda media.
2. Budaya Dominan: Ideologi dan nilai-nilai yang sejalan dengan rezim disebarkan melalui media untuk meminimalisir ruang bagi ideologi lain. Contoh nyata adalah pembentukan koalisi dengan partai-partai pengusung yang kalah dalam pemilihan presiden, sehingga ideologi oposisi di DPR mudah dikalahkan.
3. Penindasan Halus: Pemaksaan masih digunakan namun lebih tersembunyi dan selektif, menargetkan kelompok atau individu yang menentang rezim. Tujuannya agar tidak semua rakyat langsung menyadari tindakan otoriter yang sedang dijalankan.
Negara yang pernah menerapkan strategi otoriter hegemoni termasuk Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno dan Soeharto.
B. Otoriter Dominan
Otoriter dominan berfokus pada penggunaan kekuatan dan kontrol langsung untuk mempertahankan kekuasaan. Ciri-ciri otoriter dominan meliputi: