Lihat ke Halaman Asli

7 Hari Prosa Pendek Cinta [Kedua: Kopi]

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

: samudera [caption id="attachment_153369" align="aligncenter" width="491" caption="http://coffeeblackproductions.wordpress.com/"][/caption] Secangkir kopi pertama yang kau seruput di pagi hari adalah filosofi yang diracik bersama berita-berita koran dari negerimu, yang semakin keruh, seperti kesejatian secangkir kopi sempurna, yang berwarna kumuh. Di dalamnya, doa-doa dan harapan dilahirkan, menjelma rasa manis dari susu cap bendera dan desir gula pasir yang semacam mengingatkanmu selalu pada pasir-pasir pantai yang memuisikan kenangan. Secangkir kopi, bagiku, adalah mantra menuju dadamu yang terdengar seperti bunyi denting-denting sendok yang beradu dengan dengan tepi cangkir dari gelas. Kunamai ia bunyi samudera. Tempat orasi-orasi berloncatan bersama konspirasi-konspirasi yang tidak kau biarkan aku masuki. Tapi aku memang tidak peduli. Secangkir kopi adalah waktu yang tertuang dalam tiap tetes kopi yang menjadi diammu dan sunyiku yang sesak oleh aroma tajam. Kopi. Kopi yang filosofis, terhidang sepenuh cinta, yang ada pada setiap kepergian dan kepulanganmu..

(waktu adalah pusaran yang harum, seperti secangkir kopimu yang

ditakdirkan menjadi prosaku. jadi, mari menikmatinya, samudera)

Fiksi-fiksi dashyat adanya di: kampung fiksi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline