Lihat ke Halaman Asli

Hujan, Kopi dan Cinta

Diperbarui: 23 Februari 2016   19:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

basah tanah
derai rintik air yang menyanyikan simfony rindu
usai berpongah dengan terik mentari
jemari yang resap membasuh luka
tubuh yang senyap sewarna pelangi
mengalir dari ketinggian waktu
hingga beranda takdir

secangkir kopi
menyeruput gigil sembari tawarkan gurau
sebatas rindu bercumbu di tepi gelas
dan kepahitan itu masih terasa
ketika pekat menggaris hidup
dan mimpi mengubur kenangan
padahal aku menyeduh dengan sempurna
selagi hangat

ranum cinta
mengusik tebing dan padang tak bertepi
hingga rupa belas kasih di keheningan ruang
koyak bagai angin menerpa lentik ilalang
jemari pun menjelma bayang-bayang impian
namun tak seindah gerimis hujan
apalagi serindu hangat kopi

di pelatar senja
aku menari dendangkan getir hujan
aku tersenyum bercermin jelaga kopi
dan cinta berlari mengurung diri

banjarmasin 22/2/2016




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline