PUISI AKHIR TAHUN 2015
NYAMPAH, YUK
pagi yang mendung di awal desember
kutemui seonggok sampah dalam kritik super ego
diurainya bagai struktur bahan kimiawi
yang memilah antara unsur dan makna
lantas terwujud kesempurnaan rupa
namun kehilangan nurani dan moralitas
sampah itu, katanya melimpah
siang yang benderang di akhir desember
kutemui sebaris kata dalam puisi yang bernas
kusimpan selarik kisah dalam prosa yang cerah
lahir dari coretan resepsi sastra
kritik yang lepas dari stilistika dan semiotika
namun nyaman dibaca, padahal sampah juga
karena ada tawar-menawar diksi
tak lebih sehibar ungkapan kabar berita
tanpa esensi aksi dan reaksi
usai lindap senja pada mentari desember
kunikmati seloroh sastra dalam kritik formulisme
mencibir tradisi dengan idiom puisi tak bertuan
dan menuhankan kebaruan dialektika tekstual
kincir angin yang dibangun pada pegunungan
menebar rasuah di setiap hembusan
bercinta dengan sebatang gandum ranum
hingga bulir padi sunyi menepi rasa
sampah pun tak henti menyusun kata
dan terus menghilir arus sampai muara
tempat berlabuh suka
banjarmasin 31/12/2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H