Lihat ke Halaman Asli

Batapih Sebagai Budaya Urang Banjar

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tapih atau sarung merupakan sandang yang terdapat di belantara budaya Nusantara. Istilah 'tapih' sudah dikenal secara luas karena semua masyarakat mengenakan tapih dalam kehidupan sehari-hari. Ada yang digunakan sebagai selempang di bahu, ada yang dikenakan dalam ikatan di pinggang, serta selimut ketika tidur. Masyarakat di Banjarmasin mengenal tapih sebagai pakaian sehari-hari yang melekat di tubuh, digunakan untuk tutup kepala buat wanita, dijadikan selimut tubuh ketika duduk di warung pada subuh hari yang dingin, dijadikan kewajiban yang sakral untuk beribadah shalat maupun mengaji, malah dijadikan ayunan bayi tidur bapukung dan semboyan adat duduk bagi pengantin waktu akad nikah dan aqiqah anak. Sesuatu yang menarik adalah ketika para gadis mandi turun ke sungai, maka tapih akan diselimutkan pada tubuh dengan mengikat kedua ujung di bahu kanan. Sementara kaum ibu menutup tubuh dengan tapih di batas dada seraya melingkarkan handuk di bahunya. Tapih pun menjadi alat permainan remaja dan gadis sambil mandi bercebur membuat gelembung tapih ketika sore hari di sepanjang tepi sungai atau permainan remaja putra dan putri dalam bakalumbun tapih sebagai cara menebak sesorang di balik tapih yang tertutup.
Berbeda motif antara tapih kaum lelaki dan perempuan, untuk para lelaki umumnya tapih dengan motif kotak atau garis silang mirip papan catur dengan warna biru muda atau kombinasi hitam dan merah. Sementara kaum wanita memiliki motif bunga atau daun berwarna coklat muda dan merah dengan dasar putih. Tidak semua orang terampil memakai tapih karena bisa kedodoran, kaum lelaki harus menekan di bawah dagu bagian tengah tapih kemudian membentang kencang kiri dan kanan, lalu menarik tapih sebelah kiri ke dada diikuti ujung tapih sebelah kanan dan menutup dengan ujung tapih yang di dagu tadi sehingga mudah digulung ke bawah sebatas pinggang. Sementara kaum wanita lebih mudah, cukup melipat dua tapih di bagian perut dan menyemat salah satu ujung tapih pada sisi kiri. Tentu beda tapih yang disebut bahalai panjang karena menggunakan babat yang memutar pinggang sebagai penguatnya. Adalagi tapih berukuran pendek dalam busana adat pengantin pria yang berbentuk ikat pinggang dengan motif halilipan merayap dibalut sulaman benang emas
Meski saat ini dikatakan zaman modern dalam fashion, anak remaja dan kawula muda masih suka memakai tapih. Hal ini terlihat dari perayaan agama yang dihadiri mereka dengan tetap menggunakan tapih sebagai simbol beribadah. Walaupun terkadang hanya sebagai hiasan di bahu atau dibelitkan pada pinggang dengan kopiah haji bertengger di kepala. Dan, remaja puteri yang mandi ke sungai masih tetap berselimut tapih di tubuhnya sebagai simbol masih lajang. Tampaknya tapih yang dalam budaya banjar menjadi bagian tak terpisahkan dalam prilaku sehari-hari sehingga pantas diangkat menjadi icon kunjungan pariwisata dengan menghadiahkan 'tapih banjar' di samping kain sasirangan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline