Lihat ke Halaman Asli

Mh Samsul Hadi

TERVERIFIKASI

Membiasakan Diri dengan Kejutan di Piala Dunia

Diperbarui: 20 Juni 2015   04:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi/Kompasiana (kompas.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="598" caption="Ilustrasi/Kompasiana (kompas.com)"][/caption] Tanggal 12 Juni ini, Piala Dunia 2014 dimulai. Yeaahh!!! Tim mana yang Anda jagokan juara? Atau, Anda mungkin sudah menjagokan tim dengan basis laga demi laga? Siapa pun jago Anda, perlu diingat: jangan lupakan elemen kejutan. Sejarah Piala Dunia tak pernah lepas dari unsur-unsur kejutan, entah apa pun alasan atau faktor penyebab di balik kejutan itu. Banyak kalangan menjagokan Brasil, tim tuan rumah, sebagai calon terkuat juara Piala Dunia 2014. Wajar, mereka tuan rumah dan pasti didukung suporter yang menganggap "Tuhan adalah orang Brasil adalah (God is Brazilian)", sudah mengalahkan juara bertahan Spanyol 3-0 di final Piala Konfederasi 2013, ditangani pelatih juara dunia 2002 Luiz Felipe Scolari, diperkuat pemain-pemain yang dalam kondisi sangat prima, dan lain-lain. Bursa-bursa judi pun menempatkan "Selecao" di peringkat teratas pasar taruhan, disusul Argentina, Jerman, dan Spanyol. Ulasan atau utak-atik dari berbagai sudut pandang pun telah dikemukakan. Mulai dari soal ranking FIFA, bayaran pemain, nilai skuad, sudut pandang dukungan suporter, rekam jejak Piala Dunia di benua Amerika, atau gabungan dari semua sudut pandang itu. Dari utak-atik rangking FIFA dan bayaran pemain, Spanyol dikalkulasi bakal juara. Namun, jika semua aspek itu dikombinasikan dalam satu metriks, hasilnya: Brasil juara tahun ini. Bukan hanya juara, tim-tim yang lolos ke perempat final, semifinal, dan formasi final pun sudah coba dihitung. Bahkan, termasuk dari sudut pandang yang disebut "soccernomics". Anda percaya utak-atik itu? Anda boleh percaya, boleh juga tidak. Atau, bisa juga Anda punya model kalkulasi sendiri untuk memprediksi calon paling kuat juara. Namun, apa pun model kalkulasinya, rasanya tidak nikmat jika langsung melompat pada kesimpulan tim juara. Saya lebih suka, menikmati momentum Piala Dunia ini laga demi laga, babak demi babak, seperti adegan sebuah drama kehidupan. Kembali pada topik awal, perlu diingat bahwa setiap Piala Dunia hampir selalu diwarnai kejutan. Tidak usah jauh-jauh ke belakang. Tengoklah, misalnya, empat tahun lalu di Afrika Selatan. Dua finalis Piala Dunia sebelumnya (2006), yakni Perancis dan Italia, tidak lolos dari penyisihan grup. Kedua tim itu bahkan menjadi juru kunci grup, tanpa pernah memenangi satu pun pertandingan. Spanyol, salah satu tim favorit dengan status juara Eropa yang mereka sandang, keok pada laga perdana grup dari tim kecil Eropa tengah, Swiss, meski belakangan mereka tampil juara. Juga soal rontoknya Argentina, yang begitu tangguh di penyisihan grup, di tangan Jerman dengan skor telak 0-4 di perempat final. Lalu, tentang melejitnya Uruguay ke semifinal. Dan lain-lain. Begitu juga di Piala Dunia 2006 Jerman. Di penyisihan grup, memang seperti tidak ada kejutan berarti. Namun, tumbangnya Brasil  --saat itu paling difavoritkan--  dari Perancis di perempat final adalah kejutan. Lolosnya Perancis, yang terseok-seok di babak penyisihan, hingga final pun juga memberi dimensi kejutan turnamen itu. Belum lagi, "serudukan" Zinedine Zidane ke dada Marco Materazzi di final, salah satu penggalan peristiwa beberapa detik yang ikut memberi andil Italia juara lewat drama adu penalti. Serba mengejutkan dan tidak terduga! Drama kejutan juga mewarnai Piala Dunia 2002 Korea Selatan-Jepang. Dua tim paling difavoritkan juara, juara bertahan Perancis dan Argentina, kandas di penyisihan grup. Perancis pulang cepat sebagai juru kunci grup, tanpa pernah memenangi satu laga, juga tanpa mampu mencetak satu gol pun. Perancis bahkan langsung tumbang pada penampilan perdana, pada laga pembuka, dari wakil Afrika, Senegal. Dua tiket final turnamen itu direbut dua tim yang tidak meyakinkan saat menjalani babak kualifikasi. Jerman lolos ke Korsel-Jepang setelah melewati babak play-off, Brasil juga nyaris menjalani play-off. Sebelum akhirnya tampil juara, persiapan Brasil saat itu disebut-sebut salah satu yang terburuk dalam sejarah partisipasi mereka di setiap Piala Dunia. Begitu juga dengan Piala Dunia-Piala Dunia sebelumnya yang tak sepi dari kejutan: lolosnya Kroasia ke semifinal 1998, tembusnya Swedia dan Bulgaria ke semifinal 1994, takluknya juara bertahan Argentina pada laga pembuka Piala Dunia 1990 dari Kamerun, melajunya Belgia ke semifinal 1986, dan lain-lain. Inti kata: hampir selalu ada kejutan di setiap Piala Dunia di luar jangkauan, kalkulasi, maupun semua prediksi sebelum turnamen. Bagaimana dengan Piala Dunia 2014 kali ini? Saya tidak bisa memprediksi, di bagian mana dari 64 laga satu bulan penuh ke depan, kejutan itu akan muncul. Namun, dari formasi tim di penyisihan grup, kejutan itu bisa jadi bakal hadir dari grup-grup seperti Grup B (Spanyol, Belanda, Chile, Australia) atau juga Grup D (Inggris, Italia, Uruguay, Kosta Rika). Bagaimana Belanda yang bermaterikan pemain-pemain muda minim pengalaman harus bersaing dengan Spanyol dan Chile? Begitu juga, bagaimana pula Inggris menandingi kecerdikan Italia dan spirit "garra charrua" Uruguay? Sebagian besar penonton mungkin lebih suka melihat tim-tim besar, seperti Brasil (Grup A), Spanyol (Grup B), Italia (Grup D), Perancis (Grup E), Argentina (Grup F), atau Jerman (Grup G). Namun, jangan lupa: boleh jadi pertempuran seru itu justru meletus di grup-grup yang semua timnya sama-sama punya peluang, seperti Kolombia, Yunani, Pantai Gading, Jepang (Grup C) atau Belgia, Rusia, Korea Selatan, Aljazair (Grup G). Apa pun prediksi dan tim preferensi Anda, jangan lupakan unsur kejutan. Dengan membiasakan diri dengan unsur kejutan itu dan menempatkannya dalam bingkai pikiran kita saat menikmati laga-laga Piala Dunia, kita tidak akan terkejut. Tapi, bukankah unsur-unsur kejutan itu yang justru menambah excited menonton Piala Dunia? Well, kita nikmati saja....* --------- Komentar, tanggapan, atau kritik bisa juga dituangkan lewat @MhSamsulHadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline