Lihat ke Halaman Asli

Guru Penggerak Antara Beban, Solusi, dan Harapan

Diperbarui: 14 Mei 2024   17:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang guru sedang asyik berdiskusi dengan murid-muridnya (Dokumen Pribadi)

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi di bawah kepemimpinan Pak Nadiem Makarim telah meluncurkan satu  program mercusuar yaitu Program Pendidikan Guru Penggerak yang mana diharapkan akan menjadi salah satu bagian dari solusi atas buruknya kualitas pendidikan nasional kita yang tercermin dari  rendahnya skor PISA  Indonesia (Programme for International Student Assesment) di angka 359 pada tahun 2022 dan rendahnya     skor kompetensi guru yang masih berada  di bawah angka 60 yaitu tepatnya di  angka 50,64 poin. 

Program Pendidikan Guru Penggerak   ini merupakan program yang cukup berbeda dari Menteri-menteri Pendidikan sebelumnya,  Program ini memiliki tujuan mulia yaitu setiap guru yang telah lulus seluruh tahapan  seleksi maka  berhak menyandang predikat sebagai  Guru Penggerak yang mana  diharapkan akan menjadi pioneer perubahan minimal di sekolahnya masing-masing serta  memiliki kemampuan di atas rata-rata rekan guru lainnya misalnya dalam bidang informasi dan teknologi, sebagai contoh   penggunaan canva serta media lainnya yang tentunya  bukan menjadi barang baru  bagi segenap Guru Penggerak pun dengan kemampuan lainnya seperti leadership, interpersonal skill, kemampuan menulis, publik speaking dan lain-lain. 

Saya percaya kemampuan di atas sangat dibutuhkan dan turut serta menjadi katalisator bagi kemajuan Pendidikan nasional kita. Pertanyaan kritis yang akan kemudian muncul adalah “Bisakah Guru – guru Penggerak mengampu tujuan di atas?”, “Apakah tujuan di atas tidak terlampau berlebihan?”, “Bagaimana kedepannya jika harapan  ternyata jauh panggang dari api?”.

          Bagi saya pribadi proses rekruitmen yang memiliki fase awal administratif, kemudian essay dan dilanjutkan praktek mengajar serta  fase wawancara belum bisa dijadikan acuan atau barometer bagi tercapainya harapan-harapan di atas walaupun kemudian ketika semua fase seleksi dilampaui ada pendidikan intensif selama 3 bulan, namun  menjadi sebuah kewajaran jika ada yang meragukan akan dampak positif yang dihasilkan dari  program guru menggerak tersebut.

          Jika kemudian harapan-harapan di atas tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan maka tidak tertutup kemungkinan solusi yang telah dicanangkan akan berubah menjadi beban, bahkan guru yang nota benenya bukan guru penggerak bisa jadi  memiliki kapasitas sesuai dengan harapan program guru penggerak dilihat dari integritasnya, dedikasinya, kemampuan hard dan soft skill yang mumpuni dan lain sebagainya. 

Maka lahirnya, guru-guru yang berkualitas yang kemudian diharapkan akan mengangkat Marwah Pendidikan seperti pada era KI Hajar Dewantara tidak lahir dengan sebuah format seperti ini, namun lahir dari hati yang memiliki tekad untuk belajar tiada henti atau yang biasa kita kenal “Belajar Sepanjang Hayat”.

          Maka proses seleksi harus bisa menjangkau jauh hingga mendekati harapan, Kemenristekdikbud harus turun ke bawah melihat, mamantau  serta mengawati guru-guru yang memiliki dedikasi, integritas dan kapasitas menjadi Guru penggerak dengan cara wawancara dengan para warga sekolah, inilah yang dinamakan fase rekruitmen baru kemudian Guru-guru yang direkrut tadi diseleksi dengan tahapan yang berjenjang dari mulai tahap administratif hingga ke tahap Pendidikan, bagi saya pendekatan seperti ini jauh akan lebih berdampak dari pada proses  yang saat ini berlangsung. 

Kelemahan-kelemahan tentu akan ditemui namun paling tidak proses dialog kepada warga sekolah menjadi hal yang penting sebelum masuk ke fase selanjutnya. Sehingga semua warga sekolah dari seluruh Indonesia merasa dilibatkan, berpartisipasi aktif di dalam menyukseskan program ini, perasaan gotong royong dan berkolaborasi antar semua akan muncul dengan sendirinya, maka yang terjadi adalah rasa memiliki akan program ini akan tumbuh di antara semua warga sekolah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline