Alaram yang saya stel pukul 4 tepat pun berbunyi dengan nyaring memaksaku terbangun dari tidur nyenyakku yang tidak kurang dari 3 jam. Kegiatan pagi ini saya awali dengan melap pegangan tangga dilanjutkan dengan menyapu tangga yang dilapisi karpet merah menggunakan sapu lidi.
Setelah tangga rapi dilanjut dengan melap sofa di ruang tamu mulai dari pengang dan sandarannya, meja dan peniture-perniture lainya agar terlihat kinclong tanpa debu sedikitpun. Acara lap melap pun selesai dilanjutkan dengan menyapu dan mengepel seluruh ruangan kecuali kamar utama kamar tuan dan nyonya.
Tanpa terasa waktu subuh pun tiba azan berkumadang memanggil kaum muslimin agar segera melaksanakan kewajiban yaitu sholat subuh. Sebelum melanjutkan untuk meyapu halaman saya pun beranjak sejenak ke kamar yang berada di lantai dua tetapi tangga dan pintu terpisah dengan milik majikan. Di kamar yang sempit ukuran 2x 2 berdampingan dengan tempat jemuran. Dengan melipat Kasur lantai saya pun melaksanakan sholat subuh 2 rakaat.
Di saat saya mengangkat takbir untuk melanjutkan rakaat kedua sang nyonya memanggil untuk menghangatkan makanan yang sudah dimasak oleh kakak sang nyonya kemarin sore. "Mbak.. mbak..mbaaak" terdengar suara panggilan sang nyonya dan gedorannya di pintu kamar saya. Karena sholat tanggung belum selesai otomatis saya pun tidak menjawab panggilannya. Terburu-buru saya pun menyelesaikan sholat saat selesai salam tanpa berdoa saya membuka pintu kamar karena teriaka majikan yang semakin membahana.
Dengan masih menggunakan mukenah saya memjawab panggilan beliau "ya bu".
"Ngapai sih kamu lama amat? Kamu tidur lagi ya?" Bentak beliau
"Tidak bu saya sholat subuh".
"Sholat sholat pake acara sholat segala mau sholat seperti apapun kamu kalau pembantu ma tetap aja pembantu tidak akan merubah nasib kamu. Sekarang cepat panasi lauk si Aa mau sarapan nanti terlambat sekolahnya". Ucap beliau sambal meninggal kan saya dan menutup membanting pintu pembatas antara area jemuran, kamar saya dan lantai dua.
Dengan meneteskan air mata saya pun menuruni tangga yang terbuat dari besi kecil satu persatu. Dengan perlahan dan hati-hati saya pun menghangatkan lauk dan menghidangkannya di meja makan, berusaha sebisa mungkin tanpa mengeluarkan suara apa pun. Karena apabila ada suara sendok atau piring yang berdenting maka sang nyonya akan memarahi saya. Masih membekas diingatan waktu saya pertama kali bekerja saat mencuci piring tak sengaja sendok yang sedang saya cuci jatuh ke tempat cucian piring dan mengeluarkan bunyi. Sang nyonya langsung datang mengomeli saya "dasar pembantu kampungan nyuci piring aja ga bisa. Kalau cuci piring itu tidak boleh berisik/ bersuara harus perlahan-lahan. Paham kamu? Mengagangu orang saja, omelnya.
Dari sekelumit pengalaman saya tersebut saya berharap RUUD PRT segera disahkan dimana sang PRT tidak dirugikan dan dapat perlindungan, sang majikan tidak semena-mena terhadap PRT hanya karena para PRT bekerja dengannya. Dengan ada UUD PRT akan ada aturan yang harus diikuti oleh pembantu dan majikan mulai dari nominal gaji mungkin, apa yan g boleh dan tidak dilakukan majian maupun pembantu. Sehingga sama-sama memahami batasan masing-masing. sehingga tidak adalagi yang mengalami seperti saya untuk sholat saja susah dan tidak memgalami kekerasan verbal.