Demak, kompasiana.com - Menurut data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Pusat ada 23 Desa yang terkena banjir rob di Kabupaten Demak, sebanyak 44.884 jiwa terdampak dan 6.847 unit rumah rusak terendam serta 157 fasilitas umum hingga 6.088 hektar lahan pertanian tak bisa digarap karena banjir air rob.
Salah satu warga terdampak asal desa Purworejo Bonang, Ika Mawarni mengatakan, akibat pengurugan jalan raya utama semakin memperparah ketinggian debit air rob, karena banyak warga yang rumahnya kemasukan air rob akibat pengurugan tersebut.
"Ternyata usai diurug, airnya itu meluap ke pemukiman warga, yang biasanya robnya gak tinggi sekarang jadi masuk ke rumah-rumah warga," ucapnya.
Ika menambahnya, selain pengurugan jalan raya harusnya normalisasi sungai juga dikerjakan. Sungainya juga harus segera ditindak lanjuti karena sudah puluhan tahun tak dikeruk hingga lumpur dan sampah menggenangi sungai tersebut.
"Mohon normalisasi sungai dipercepat, karena akses jalan semakin susah, kasihan anak-anak yang berangkat sekolah madin seringkali diantar bapaknya naik perahu," ucap Ika yang juga sebagai Guru Madin, Ahad (4/6/2023).
Sementara itu, Plt Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari dalam Channel Youtube BNPB menjelaskan beberapa faktor penyebab semakin parahnya banjir rob di Kabupaten Demak. Selain dampak dari perubahan iklim juga ada dari faktor lokal seperti faktor alam, kenaikan muka air laut yang disebabkan oleh pasang surut air laut.
Kemudian dorongan air, angin, atau swell (gelombang yang bergerak dengan jarak sangat jauh meninggalkan daerah pembangkitnya) dan badai di laut serta pencairan es kutub yang dipicu oleh pemanasan global.
Selain itu, lanjut Muhari, faktor manusianya juga sangat berpengaruh. Semakin banyak pemompaan air tanah yang berlebihan, pengerukan alur pelayaran, reklamasi Pantai, eksploitasi lahan pesisir yang menyebabkan penurunan muka air tanah sehingga memicu amblesnya permukaan tanah dan intrusi air laut.
Muhari becerita, pada Tahun 1990 pesisir Demak masih banyak kawasan mangrove dan garis pantai. Namun akibat banyaknya reklamasi di kawasan Semarang akhirnya Demak menerima dampak dari pembangunan tersebut.
Hingga Tahun 2000 sudah mulai tergerus abrasi. Masuk di Tahun 2010 sudah semakin parah, mulai batas tambak hingga perkampungan ada yang hilang, hingga terakhir ke Tahun 2020 tekanan urbanisasi semakin membludak, dan sangat parah.
Terhitung dari tahun 2000 hingga 2020 sudah sepanjang dua sampai tiga kilometer daratan hilang, hingga sudah ada tiga desa yang hanya menjadi kenangan dan menghilang dari peta.