Undang-undang Nomor 30 tahun 2007 (Undang-undang Energi) adalah merupakan induk sekaligus muara dari kebijakan energi di Indonesia. Undang-undang ini mencakup pengakuan dan pengaturan normatif terhadap energi sebagai sarana untuk peningkatan kegiatan ekonomi dan ketahanan nasional.
Sebagai induk, Undang-undang itu menyentuh sumber daya energi baik sumber daya energi tidak terbarukan seperti hidrokarbon (minyak, gas atau batu bara), maupun sumber daya energi baru dan terbarukan seperti nuklir, panas bumi, sinar matahari, angin dan terjunan air.
Sebagai muara, Undang undang Energi berbicara mengenai pengelolaan yang meliputi penyediaan, pemanfaatan dan pengusahaannya secara berkeadilan, berkelanjutan, rasional, optimal dan terpadu.
Undang-undang ini juga mencakup secara garis besar arah pengaturan energi, cadangan penyangga energi, harga energi serta melahirkan institusi baru Dewan Energi Nasional (DEN). Tugas utama DEN adalah merancang dan merumuskan kebijakan energi nasional untuk ditetapkan oleh Pemerintah dengan persetujuan DPR.
Peraturan Pemerintah nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional merubah paradigma energi dari sebagai sumber pendapatan menjadi modal pembangunan. Pesan Kebijakan Energi Nasional itu sangat tegas.
Pertama, kemandirian dan ketahanan energi dicapai dengan menjadikan energi sebagai modal pembangunan. Kedua, mengoptimalkan pemanfaatan energi untuk pembangunan ekonomi nasional, penciptaan nilai tambah di dalam negeri, dan penyerapan tenaga kerja.
Bagaimana dengan Undang-undang Migas ?
Undang-undang Minyak dan Gas bumi (UU nomor 22 tahun 2001 yang lahir mendahului induknya (UU Energi), tampaknya memiliki aksentuasi yang berbeda. Undang-undang ini hadir sebagai respons terhadap tuntutan reformasi.
Undang-undang ini sedikit mendegradasi peran migas, yang pada undang-undang sebelumnya (Undang-undang Prp 44 tahun 1960) juga menempatkan migas sebagai alat pertahanan.
Sekarang migas tergeser menjadi sekedar sumber daya alam strategis yang merupakan komoditas vital. BPMIGAS dibentuk sebagai institusi baru pelaksana kewenangan managerial Pemerintah dalam hubungan kontraktual dengan investor hulu migas.
Sekalipun masih terbersit peran Negara, namun undang-undang ini didesain senafas dengan tuntutan pasar. Dalam implementasinya, kedua peran tersebut tampaknya tidak selalu mulus. Ada peran negara yang tetap ingin dipertahankan sebagai implementasi dari pasal 33 UUD 1945, tetapi pada saat yang sama, nafas dan jiwa undang-undang yang lain yang diperkenalkan pada awal reformasi terasa tajam.