ENTAH sejak kapan, tak ada yang mengetahui pasti. Hampir tiap malam seorang perempuan muda nan cantik dengan rambut hitam panjang terurai duduk mematung di kursi kayu taman. Tepat di bawah lampu yang sinarnya temaram.
Aneh memang. Perempuan muda itu tak pernah berpindah kursi dari malam ke malam berikutnya. Sepertinya dia memang telah sangat nyaman duduk di sana.
Dari kejauhan, aku lihat dia sedang bersandar. Menengah. Memandangi langit. Menikmati malam. Dia tak peduli dengan orang-orang yang lalu-lalang di depannya.
Pun dengan mereka yang berkunjung ke taman, seolah tak peduli dengan keberadaan perempuan tersebut. Mereka asik dengan kesenangan masing-masing.
Meski, aku lihat sesekali ada saja orang yang meliriknya. Entah merasa aneh dengan pakaian yang dikenakannya, atau tertarik dengan keanggunan parasnya.
Usia perempuan itu tak lebih dari 21 tahun. Namun, pakaian yang dipakainya seperti biasa dipakai oleh nenekku sewaktu masih hidup.
Dia mengenakan baju berukat. Semacam setelan kebaya dengan bawahan berupa samping batik bercorak bunga-bunga.
Dari kejauhan di tempat angkringan, aku masih terus menatapnya. Perempuan itu terus memandang wajah bulan yang bentuknya terpotong separo. Membentuk sabit. Sementara di sekelilingnya bintang-bintang bertaburan. Kemudian perempuan itu tersenyum.
"Ah, manis sekali senyumnya," gumamku.
Malam kian larut. Waktu telah menunjukan pukul 24.45 WIB. Lalu lalang pengunjung dan penjaja jajanan yang meramaikan taman mulai sepi. Berangsur-angsur mereka meninggalkan taman.
Aneh, si perempuan itu masih saja anteng di tempatnya. Hanya, wajahnya yang tadi menengadah menatap langit, kini tertunduk. Rambut panjang yang terurai menutupi kecantikan parasnya.