Lihat ke Halaman Asli

Habieb Rizieq, Isu Pemakzulan Jokowi dan Janji Prabowo

Diperbarui: 14 Oktober 2020   13:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tribunnews.com

IMAN BESAR Front Pembela Islam (FPI) Muhamad Habieb Rizieq Shihab atau akrab disapa Habieb Rizieq kembali jadi bahan perbincangan publik. Pria kelahiran Jakarta ini digadang-gadang akan segera kembali ke tanah air, setelah tiga tahun lamanya berada di negeri orang. Arab Saudi. 

Keyakinan kembalinya Habib Rizieq tersebut disampaikan Ketua Umum DPP FPI, Ahmad Shabri Lubis. Ia mengatakan proses kepulangan imam besarnya itu sama sekali tanpa campur tangan pemerintah. 

Rizieq melakukan perundingan sendiri dengan otoritas Arab Saudi. Hasilnya, status pencekalan Rizieq pun dicabut berikut dengan denda dari otoritas negara setempat. 

"Bahwa setelah melalui proses perundingan panjang antara IB-HRS dan otoritas Saudi Arabia, tanpa bantuan rezim zalim Indonesia, akhirnya terdapat kejelasan dan titik terang mengenai kepulangan IB-HRS," kata Ahmad melalui keterangan tertulis, Selasa (13/10/2020). (Suara.com). 

Menariknya, masih dikatakan Ahmad, kepulangan Habib Rizieq akan langsung memimpin revolusi di tanah air. Khususnya akan mengerahkan anak buahnya di FPI untuk menolak Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker). 

Tentunya ini menarik. Sebagaimana diketahui memang sejak awal FPI dan koleganya, Persaudaraan Alumni (PA) 212 selalu menempatkan diri bersebrangan dengan pemerintah. Khususnya terhaap Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

Bahkan, kerap kali mereka terlibat dalam setiap kegiatan aksi massa, termasuk tentang penolakan UU Ciptaker. Lucunya, aksi-aksi massa mereka selalu disertai dengan tuntutan pemakzulan. 

Sehingga muncul dugaan, sebenarnya apa yang disuarakan oleh kelompok islam ini bukan semata-mata menyuarakan aspirasi rakyat, tetapi ada hidden agenda. Melengserkan Jokowi dari jabatannya. 

Menjadi hak mereka untuk berpendapat atau menuntut Jokowi mundur. Namun, yang perlu di garis bawahi keinginan mereka ini tidak semudah membalikan telapak tangan. Jalannya panjang dan berliku. 

Pasal 7A dan 7B UUD 1945, seperti sebuah gembok kuat untuk pemerintahan presidensial. Hampir tak memungkinkan Presiden dimakzulkan. Kecuali telah melakukan tindakan atau prilaku yang sangat gila. Misal, memperkosa SPG atau maling duit negara dan ketahuan. 

Namun demikian hal itu tidak bisa terus dibiarkan. Sebab,apabila  tuntutan tersebut terus digoreng, lama-lama akan mampu mengganggu kondusifitas politik. Paling tidak menimbulkan kegaduhan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline