Lihat ke Halaman Asli

Kisah Penyintas Jugun Ianfu Indonesia Jadi Budak Seks Tentara Jepang

Diperbarui: 28 Mei 2021   14:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: CNNIndonesia / Wikimedia/United Kingdom Government

TIDAK bisa dipungkiri, bagi seluruh makhluk hidup yang ada di seantero alam, seks merupakan kebutuhan untuk reproduksi. Namun, bagi kita bangsa manusia, ada kalanya seks digunakan untuk kesenangan atau sekadar melampiaskan nafsu birahi semata.

Berangkat dari hal tersebut di atas. Tak heran jika sejak zaman dahulu kala telah terjadi perdagangan seksual yang dilakukan oleh para wanita untuk melayani nafsu birahi lawan jenisnya. 

Perdagangan seks terus berkembang seiring perkembangan zaman, termasuk di Indonesia. Contohnya seperti yang pernah penulis ulas pada artikel sebelumnya tentang bagaimana perdagangan cukup marak saat penjajahan Belanda. 

Rumah-rumah bordil tempat mangkal wanita si penjaja seks bertebaran dimana-mana demi memuaskan hasrat kaum penjajah. Misal, Gang Dolly, Maca Po dan Saritem. 

Sementara untuk para pria Belanda yang kantungnya tebal, biasanya lebih memilih wanita dijadikan gundiknya, atau biasa disebut nyai. Wanita yang dijadikan gundik ini tal ubahnya kehidupan suami isteri, tinggal satu rumah. Namun, tidak ada ikatan apapun, alias hanya dipakai selama dibutuhkan. Selengkapnya silah baca pada artikel ini

Baca juga: Pemerkosaan Nanking, Asal Muasal Terbentuknya Jugun Ianfu

Merujuk pada perlakuan penjajah Belanda dalam memuaskan hasrat seksualnya boleh jadi normal-normal saja. Artinya mereka memperlakukan wanita penjaja seks dengan wajar. Istilah kata, ada uang abang sayang, tak ada uang abang ditendang. 

Namun, hal itu tidak terjadi pada masa penjajahan Jepang. Kala itu, banyak wanita dijadikan Jugun Ianfu. 

Jugun Ianfu adalah wanita yang dipaksa untuk menjadi pemuas kebutuhan seksual atau budak seks tentara Jepang yang ada di negara jajahan termasuk Indonesia pada kurun waktu tahun 1942-1945, atau saat berkecamuk Perang Dunia ke-2. 

Dikutip dari Antaranews, berdasarkan riset Dr. Hirofumi Hayashi, seorang profesor di Universitas Kanto Gakuin, Jugun Ianfu termasuk orang Jepang, Korea, Tiongkok, Malaya (Malaysia dan Singapura), Thailand, Filipina, Indonesia, Myanmar, Vietnam, Indo, orang Eropa di beberapa daerah kolonial (Inggris, Belanda, Prancis, Portugis), dan penduduk kepulauan Pasifik. Jumlah perkiraan dari Jugun Ianfu ini pada saat perang, berkisar antara 20.000 dan 30.000 orang. 

Namun, fakta lain ada yang menyebutkan jumlah korban pasti dalam praktik perbudakan seks ini jauh lebih banyak dibanding dengan hasil riset tersebut di atas. Jumlahnya bisa mencapai ratusan ribu orang. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline