Keberhasilannya menjalankan tugas pada saat perebutan kembali Irian Barat dalam operasi Trikora, membuatnya diganjar penghargaan Bintang Sakti oleh Presiden Sukarno. Dia adalah Letnan Kolonel (Letkol) Untung Syamsuri, si pemimpin Gerakan 30 September (G30S) 1965.
PERAWAKANNYA sedang dan cenderung pendek untuk ukuran seorang tentara. Namun, jangan remehkan kemampuannya dalam berperang melawan musuh. Tak salah, jika Jhon Rosa dalam bukunya yang berjudul "Dalih Pembunuhan Massal", Untung tak seberuntung namanya. Dia dilahirkan sebagai tentara, bukan politikus.
Tulisan Jhon Roosa tersebut boleh jadi merujuk pada keberhasilan Untung sebagai komandan pasukan tempur dalam dua pemberontakan yang merongrong kedaulatan tanah air. Yaitu, menumpas pemberontakan PRRI Permesta di Sumatera Barat (Sumbar) tahun 1958 dan konflik Irian Barat (Trikora) tahun 1962.
Karena keberanian dan keberhasilannya merebut Irian Barat dalam operasi Trikora, Untung dianugerahi Bintang Sakti oleh Presiden Sukarno. Bahkan, tak lama kemudian dia diangkat jadi Komandan Batalion I pasukan keamanan dan pengawal presiden. Pasukan Cakrabirawa.
Namun, setelah menjabat komandan pasukan pengawal presiden inilah, Untung terlibat dalam pergumulan politik. Pria kelahiran Kebumen, Jawa Tengah, 3 Juli 1926 tersebut bergabung dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), dan bahkan menjadi komandan militer dalam peristiwa penculikan dan pembunuhan terhadap enam jendral dan satu perwira pertama pada 30 September 1965.
Bergabungnya Untung dengan PKI rupanya bukan suatu kebetulan. Jauh sebelumnya, pria bernama asli Kusmindar ini pernah dididik oleh seorang pentolan PKI, Alimin. Bahkan, dia juga pernah terlibat dalam peristiwa pemberontakan PKI Madiun tahun 1948 yang dipimpin Muso. Selengkapnya tentang Untung ada di sini.
Keberhasilan Untung dalam menumpas pemberontakan PRRI Permesta 1959 dan perebutan Irian Barat 1962 ternyata tidak terulang pada peristiwa malam durjana, 30 September 1965. Untung yang dipercaya sebagai komandan "jagal" para jendral dan tuduhan percobaan makar terhadap pemerintahan yang sah, gagal total.
Pasukan tentara yang dipimpinnya bersama para petinggi PKI berhasil digagalkan oleh keperkasaan pasukan yang dipimpin langsung oleh Panglima Kostrad (Pangkostrad) Mayor Jendral (Mayjend) Soeharto. Untung yang setelah peristiwa 30 September 1965 langsung dinyatakan sebagai musuh nomor wahid bersama DN Aidit dan kawan-kawan pun melarikan diri.
Sebagai tentara yang sudah sangat terlatih dalam beragam medan pertempuran, tidak sulit baginya untuk segera meloloskan diri dari perburuan TNI Angkatan Darat (AD). Untung berhasil kabur hingga ke daerah Jawa Tengah.
Kendati begitu, sepandai-pandainya tupai melompat, sesekali akan jatuh ternyata berlaku untuk Untung. Dia sebagai tentara terlatih dan terbiasa berhadapan dengan marabahaya dari kepungan atau serangan musuh ternyata harus tertangkap juga.