PANDEMI virus korona tidak hanya mengancam keselamatan nyawa manusia, tetapi juga sanggup memporak-porandakan kehidupan ekonomi.
Banyak perusahaan kecil di sekitarku tinggal, di Kabupaten Sumedang, terpaksa tutup sementara dan sebagian malah gulung tikar. Dari sekian banyak perusahaan yang terpaksa tutup tersebut, tempat hiburan malam termasuk di antaranya. Semisal tempat karaoke.
Setidaknya ada tiga tempat karoke besar yang berada di pusat kotaku tidak bisa lagi membuka usahanya sejak bulan April 2020 lalu, gara-gara virus korona tadi.
Bagi masyarakat biasa, terutama ibu-ibu yang kerap "kehilangan" suaminya pada malam hari karena ngelayab ke tempat karoke, tutupnya tempat karoke adalah anugerah. Sebab, jadi sering banyak berkumpul, bersenda gurau bareng anak dan isterinya.
Namun, lain halnya dengan nasib para karyawan dan para pemandu lagu (PL). Tutupnya tempat karoke adalah musibah.
Betapa tidak, itu berarti otomatis menutup pula keran duit. Padahal, hidup itu mahal, hidup itu perlu biaya dan hidup itu tidak bisa hanya dengan mengandalkan belas kasih orang lain.
Bertemu Mawar
Sore itu, untuk menghilangkan penat, seperti biasa aku selalu menyempatkan diri nongkrong di kedai kopi seberang sebuah Mall ternama di tanah air.
"Kang, biasa kopi pait jangan dikucek!" pesanku pada Kang Ajo, pemilik kedai.
Sambil menunggu pesanan datang, aku pun duduk seraya pandangan mata diarahkan pada dua sosok wanita muda yang tengah bersenda gurau tak jauh dari penulis.
Cukup lama memandang, tiba-tiba aku merasa tidak asing dengan wanita satunya lagi. "Rasanya aku pernah ketemu dia, tapi di mana?" Pikirku.